Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 27 Desember 2015

Hujan di Bulan Desember

Oleh : B.S.H.
Dia datang dari langit, membawa tanda kehidupan
dia memberi harapan sekaligus memberikan siksaan
dia ada karena suatu alasan
dialah hujan, hujan di bulan desember.

Kehadiraanya membawa air,
air untuk mereka yang kehausan akan cairan.
Kehadirannya mebawa kenangan
kenangan untuk mereka yang kehausan akan masa lalu.

Tiada maksud menghina Sang pencipta hujan,
tiada maksud menolak kedatanganya
serta tiada maksud pula untuk meprotes kebijakanNya.
Namun, aku benci dengan hujan ini !

Dia datang membawa kunci kenangan masa lalu,
membuka kamar yang selama itu tertutup,
kamar yang tak pernah selesai dan tiada pula niat untuk menyelesaikannya.
Kamar itu sering mereka sebut dengan hati, hati yang telah penuh.

Tuhan, aku tau ini adalah akibat dari sebab yang aku buat,
aku mencoba menyuapMu dengan janji masa depan di masa laluku.
namun, tidakah kau lihat aku tersiksa ? tidak kau kau lihat aku sengsara ?

Aku tak ingin mengutuknya, ataupun mengutukMu Tuhan
Aku benci hujan ini, hujan di bulan desember ini.
Hentikanlah dia Tuhan, atau cabut kenangan yang ia bawa
kenangan akan dirinya
Selengkapnya...

Selasa, 22 Desember 2015

IBU

Oleh : B.S.H.
Satu kata yang bermakna lebih dari seribu
Sumber dari segala rindu
Awal mula dari suatu yang baru
itulah sang ibu

Dia melahirkan sekaligus memberi pelajaran
dia yang menyayangi dan memberi kasih sayang
mengajarkan sebuah arti dari perjalanan
sumber do’a yang menembus awan

Cintamu merapakan tak pernah terbatas,
tak pernah berujung hingga akhir zaman
bahkan jika dunia memisakan
abadi cintamu akan tetap ada

Ibu, tiada henti kau untuk berjuang,
berjuang untuk anak-anakmu tersayang
bahkan matahari dan rembulan kau kalahkan
untuk anak-anakmu tersayang

Surga berada dibawah kakimu
menjelaskan betapa tingginya derajatmu.
murka Tuhan adalah Murkamu
bagi putra putrimu yang menghianatimu.

Ibu, maafkan aku tiada pernah berucap cinta kasih sepertimu
benci telah menenggelamkan semua ajaran sayangmu
amarah telah membutakan cinta yang kau tujukan padaku
serta rindu telah menyesatkanku

Jika boleh memilih
aku ingin berada di sampingmu ibu.

Bertanya tentang semua yang pernah kau ajarkan dulu
mengeluh akan semua keluhanku.
Namun aku sadar, pertanyaan dan keluhan itu harus kusimpan dahulu
demi menyelesaikan tugas yang aku janjikan padamu
tugas untuk membanggakanmu, sabagai anakmu.


Bantul, 22 Desember 2015
Selengkapnya...

Senin, 21 Desember 2015

Kaki di Kepala, Kepala di Kaki

Kata ini mungkin cukup familiar bagi para kaum pemuda ataupun pemudi yang menyukai group band peterpan atau yang sekarang telah bergati nama menjadi Noah, karena kalimat itu merupakan potongal lirik dari lagu mereka yang berjudul “Di atas Normal”. Namun saya bukan ingin membahas lagu ataupun group band mereka, saya hanya tertarik dengan kalimat tersebut dan saya ingin meminjam –jika di izinkan- kalimat tersebut dari mereka untuk di gunakan sebagai inspirasi dari kegelisahan saya saat ini.
Tidak mengajarkan untuk melakukan salto atau berjungkil balik, namun kalimat tersebut bisa kita gunakan kedalam kehidupan kita, bahkan kita harus menggunakan dan menerapkannya. Entah apa ada arti lain dari kata tersebut dari pihak peterpan namun jika saya –boleh- mengartikan sendiri, kata tersebut mengajak kita untuk melihat dunia dari sisi lain, melihat dunia dari cara yang berbeda, melihat dunia dari sisi yang terbalik.
Kita terkadang dalam membaca dan melihat peristiwa yang terjadi di dunia ini hanya berdasarkan opini publik, jika publik berkata baik maka kita akan berkata baik pula, namun jika publik berkata buruk, maka kita akan berkata bahwa itu buruk pula. Namun itulah yang mereka inginkan, yang mereka katakan demokrasi, dimana suara mayoritas adalah suara dari semuanya dan harus di benarkan adanya.
Bisa dilihat dari contoh sederhana tentang apa yang terjadi di Paris, Prancis –bukan bermaksud menyalahkan- di mana sekelompok teroris melakukan serangan secara acak kepada setiap orang yang ada di sekitarnya dan membunuh banyak orang dalam waktu beberapa jam. Dunia seketika gempar mendengar kabar tersebut dan (hampir) seluruh dunia mengutuk perbuatan yang di lakukan sekelompok orang –yang entah siapa- tersebut. Namun di sisi lain mereka diam saja ketika melihat negara-negara lain di serang, dijajah, serta di bunuh warga negaranya setiap hari, seperti Palestina. Dunia tidak pernah mengutuk perbuatan yang jelas tidak berperikemanusiaan tersebut, dunia bahkan seolah berpaling dari mereka. Ini membuat saya tertawa sekaligu prihatin melihat betapa bodohnya orang-orang yang hanya bisa melihat di satu sisi tanpa bisa memperhatikan sisi yang lainnya.
Semakin lucu lagi ketika para mahasiswa yang katanya agen perubahan, penerus estafet kepemimpinan bangsa hanya bisa melihat dari satu sisi tanpa pernah mencoba mencari sisi yang lainnya. Terkadang para mahasiswa –sebagian- hanya peduli tentang apa yang menjadi pembicaraan di publik dan langsung menindakinya tanpa pernah menelaah dan mencerna kebenaran dan kepastian pembicaraan publik itu. (Banyak) mahasiswa saat ini mulai kehilangan daya kritisnya karena hanya mengikuti satu sisi pandangan dunia dan tak pernah melihat pandangan dunia yang lainnya. Terlalu fokus di satu sisi tanpa pernah melihat sisi sebaliknya.
 Saya hanya berfikir –dengan sedikit kekhawatiran-, tidakkah kita bisa mencontoh apa yang di katakan dalam lirik lagi peterpan tersebut bahwa kaki di kepala kepala di kaki agar kita bisa melihat dunia dari sisi yang berbeda. Ketika orang berkata baik tentang paa yang terjadi di dunia mungkin kita bisa melihat dari sisi yang lain bahwa apa yang terjadi itu adalah baik, atau mungkin sebaliknya.
Namun, saya masih berharap itu hanyalah sebuah kekhawatiran saya sebagai salah satu dari mahasiswa. Semoga kekhawatiran akan (maaf) bodohnya mahasiswa ini bukanlah hal nyata dan tak pernah terjadi. Jika pun terjadi maka mungkin masih ada waktu untuk kita –para mahasiswa- melihat dari sudut pandang yang berbeda, jangan hanya melihat dari satu sisi karena masih banyak sisi lain yang belum kita lihat.
Selengkapnya...

Senin, 30 November 2015

Mahasiswa Semester 5

Oleh : B.S.H.
Menjadi mahasiswa adalah sesuatu yang (bisa jadi) membanggakan sekaligus "memalukan" bagi setiap pencari kehidupan melalui ilmu pengetahuan. Membanggakan adalah ketika kita bisa menerapkan apa yang kita pelajari selama menjadi mahasiswa dan kita bisa mempertanggungjawabkannya. Sedangkan akan menjadi memalukan jika kita tidak bisa menyelesaikan ataupun menjawab pertanyaan perihal konsentrasi apa yang kita ambil selama menjadi mahasiswa. Hal ini pun tak luput dari apa yang dialami oleh mahasiswa semester 5. Semester dimana mengharuskan mahasiswa untuk memilih bertahan menjadi mahasiwa atau keluar dari zona mahasiwa dan berbaur dengan masyarakat, entah menjadi pengusaha ataupun menambah jumlah beban negara.
Banyak mahasiswa (termasuk saya), baik yang aktif maupun pasif, yang suka berdiskusi maupun suka menggosip, yang hobi demo maupun hobi membaca, mulai sedang mempersiapkan diri untuk segera mengakhiri perkuliahannya dan mencapai akhir dari gelar mahasiswa ini. Mereka yang pasif mulai menjadi aktif, yang aktif semakin aktif (walau pun ada yang menjadi pasif), yang tidak paham mulai mencari pemahaman dari ilmu yang sedang ia pelajari saat ini. Ada yang mulai mengikuti seminar dan kegiatan lain untuk mendapatkan sertifikat demi pemenuhan syarat kerja, ada pula yang tiba-tiba sering muncul di perpustakaan demi membaca buku untuk mencari ilham tentang judul skripsinya dan masih banyak lagi kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa di semester 5 ini.
Banyak kejadian  sebenarnya – entah mau dibilang lucu atau menyedihkan- yang dialami oleh mahasiswa semster 5 ini. Mereka dianggap senior di kampus karena mahasiswa diatas mereka sudah jarang terlihat di kampus akibat memikirkan cara tercepat selesai dari gelar ini. Entah terjadi di kampus atau fakultas lain, tapi ini saya alami di kampus khususnya di fakultas (hukum) saya. Kami sempat membuat ikrar tidak akan mengeluh selama masa perkuliahan karena ini adalah pilihan yang kami inginkan. Tapi keluhan itu keluar juga akhirnya di semester 5 ini. Banyak yang beranggapan semester 5 adalah semester dimana tingkat keteguhan dan kesabaran mahasiswa di uji. Mulai dari dosen yang mulai mengerikan dalam memberikan tugas maupun ujian hingga di pusingkan dengan semakin dekatnya akhir dari masa menjadi mahasiswa dan harus menyusun skripsi atau pun tugas akhir. Yah ada yang mengambil jalan pintas dengan menikah saja ada pula yang menjadi pengusaha saja.
Namun ini lah kami mahasiswa semester 5 dengan segala dinamikanya, dituntut paham akan segala ilmunya, serta di tuntut agar segera kelulusanya. Terkadang rasa malu menghampiri akibat dari ketidaktahuan tentang ilmunya serta penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat. Hanya satu pesan saya, tetap semangat kawan, semester 5 pasti berlalu. Tapi ingat semester 6 dan 7 serta masyarakt sudah menantimu.
Selengkapnya...

Kamis, 12 November 2015

Selamat Hari Ayah: Untuk Para Ibu yang Menjadi Ayah

Oleh : B.S.H.
Hari ini (12 November) entah dari mana awalnya di Indonesia di rayakan sebagai hari ayah (sekaligus hari Kesehatan Nasional). Banyak orang-orang yang beramai-ramai memasang status perihal ayahnya yang menjadi “hero” baginya serta memasang foto-foto mereka bersama ayahnya. Ayah memanglah seorang pahlawan dan menjadi pelindung bagi keluarga. Seorang ayah adalah kawan yang baik untuk anak laki-laki dan “pacar” dan kawan yang baik untuk anak perempuan. Walaupun kadang-kadan seorang ayah menjadi protektif untuk anak perempuan tapi kenyataannya mereka selalu menginginkan yang terbaik untuk melindungi serta menjaga anak perempuannya. Tapi kadang anak perempuan malah salah menafsirkan hal tersebut malah menganggap buruk tentang ayahnya dan menganggap terlalu mengekang diirnya. Adapun untuk laki-laki seroang ayah adalah kawan yang terbaik serta tempat “meminta” uang paling cepat.

Ayah terbaik memanglah pantas diangkat menjadi pahlawan dalam keluarga, tapi bagaimana dengan sosok ayah yang “buruk” pantaskah kita merayakan hari ayah ? Ayah yang tidak bertanggungjawab atas keluarganya tidaklah pantas (menurut penulis) untuk dipuja ataupun dipuji.  Namun bagaimanapun dia tetaplah seorang ayah bagi seorang anak, tak mungkin bisa dipungkiri.

Justru bagi mereka yang telah ataupun tidak punya sosok ayah yang menjadi pahlawan ataupun kawan hargailah Ibu yang menjadi sosok “ayah” dan menjadi malaikat yang diturunkan Sang Pencipta untuk melindungi serta menjadi superhero mu. Ibu yang telah (sedang) berusaha untuk membahagiakanmu, menjadi tangga awal mencapai cita-citamu, menjadi tulang punggung di keluargamu. Jangan kau sekali-kali abaikan pengorbanannya dengan mengesampingkannya dengan hal lain (selain Tuhanmu). Tidak perlu bersedih karena kau tidak punya sosok superhero (ayah) di keluargamu, justru bahagialah karena kau masih punya ibu yang kuat mendampingi mu. Untuk kalian yang masih punya keduanya, syukurilah dan jagalah keduanya agar tetap bersama mendampingimu, jangan pernah mengeluh akan suatu hal yang mereka lakukan untuk kebaikanmu.

Selamat hari ayah untuk para ibu yang menjadi “ayah” untuk keluarganya. Tetaplah berjuang, dan teruslah bersabar hingga anak-anakmu sukses dan mencontoh betapa kuatnya dirimu serta betapa hebatnya dirimu dalam menjadi superhero.
Selengkapnya...

Selasa, 27 Oktober 2015

Literasi : Sebuah Budaya yang (Sedang) Hilang

Oleh : B.S.H.
Kita memang tak bisa hidup selamanya, tapi kita bisa hidup melalui cerita yang kita buat, untuk dikenang generasi selanjutnya.

Modern, kata yang sering kita dengar di zaman yang serba serbi teknologi ini. Mulai dari peralatan kantor sampai bertani serba teknologi terbaru. Semua kalangan menikmatinya, karena ini adalah zaman yang paling di tunggu manusia dimana mereka tidak harus bekerja keras lagi karena mereka hanya tinggal perlu bekerja se-cerdas mungkin. Zaman dimana persaingan menjadi semakin menjadi-jadi individulaisasi dimana-mana globalisasi menjadi topik yang terhangatkan dan moderenisasi menjadi sebuah kebanggaan. Budaya menjadi hal yang memalukan, adat istiadat ditinggalkan, menjadi penduduk adat adalah hal yang memalukan. Namun saya disini tidak menyalahkan zaman yang disebut modern ini, tapi hanya mengingatkan kepada orang yang lupa akan jati dirinya, lupa bahwa setiap zaman membawa racunnya, dan dia menelan hal ini begitu saja.

Dampak dari moderenitas ini pun membuat banyak manusia mempunyai pola hidup yang hedonis, tak peka dalam setiap permasalahan di sekitar ruanglingkup kehidupannya –yang dalam bahasa jawa diplesetkan menjadi pekok (Bodoh)-. Yah inilah memang racun yang dibawa oleh zaman ini, dimana setiap orang harus terus berjuang melawan orang sekitarnya, setiap orang meningkatkan sifat homo homini lupus-nya dan membuat sifat zoonpoliticon-nya menjadi sekedar batu pijakan untuk mendekati mangsanya. Heterogensi dari sebuah masyarakat sudah mulai banyak terlihat, seolah mereka menyatu, tapi mereka terpisah satu sama lain –bahkan tidak saling kenal satu dengan yang lain-. Hal ini mengalir terus sampai pada titik dimana tidak ada lagi kepedulian terhadap manusia, tidak ada lagi si tou timou tumou tou "manusia yang hidup untuk menghidupi (mendidik) manusia yang lain" –menurut Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau yang dikenal di Manado sebagai Sam Ratulangi- yang pada akhirnya bermuara kepada tidak adanya kepedulian untuk ilmu pengetahuan.

Bukan bersifat pesimistik tapi ini sudah benar terjadi –dan akan terus berlangsung- di zaman ini, dimana teknologi membunuh sifat kemanusiaan manusia, membuang rasa kepekaan terhadap lingkungan dan sekitarnya hanya untuk mengejar ketertinggalan zaman. Semua dilakukan hanya demi mendapat gelar termoderen dan memoderenisasi semua –termasuk tingkah laku-. Tidak ada yang salah memang dengan sifat memoderenisasi ini tapi kita harusnya tau dan faham mana yang harus di moderenisasi dan mana yang dibiarkan begitu saja kemurniannya sampai kita kembali lagi nanti menghadap Sang Pembuat skenario.

Adapun dampak yang begitu nampak saat ini terasa adalah mulai menurunnya tingkat kesastraan seseorang dan tingkat kemauan seseorang untuk menuliskan setiap pemikiran dan hasil kerjanya dalam sebuah manuskirp yang entah dalam bentuk elektronik ataupun dalam bentuk tertulis dalam kertas atau bahkan batu dan pohon-pohon. Mulai menurunya kelompok-kelompok yang memperjuangkan dan mempelaari ajaran dari orang terdahulu melalui buku atau tulisannya dan menuliskannya kembali seperti para filusif romawi kuno. Tidak ada lagi semangat Plato, Socrates, Ibnu Sina, dan yang sejenisnya dalam memperjuangkan budaya literasi.

Literasi telah mulai menghilang, dan akan terus menghilang jika para penerus zaman ini –Kita- tidak mau lagi dan tidak peduli lagi dengan budaya ini. Tak bisa dipungkiri kita terlalu malas untuk mengkaji dan menuliskannya kembali menurut hasil kajian kita, kita lebih senang mempelajari hasil kajian orang lain tanpa menuliskannya kembali untuk melestarikannya. Dampaknya adalah tidak ada lagi kelanjutan dari kajian yang kita pelajari, semua buku menjadi usang tanpa ada yang memperbarui –untuk saat ini mash ada yang peduli- karena budaya literasi sudah memudar dikalangan intelektual (katanya) dan di kalangan mahasiswa selaku kontrol sosial (katanya juga).

Kita bisa lihat fenomena saat ini dimana orang-orang mulai bosan dan bahkan malu untuk menulis apalagi belajar untuk menulis demi membudayakan kembali budaya literasi. Kita teerkadang malu dengan cemohan orang-orang sekitar ketika kita meliteralisasikan pemikiran sastra kita, kita di cap alay, gak punya kerjaan, dan sejenisnya. Namun tak bisa dipungkiri, ini menjadi salah satu dampak raun moderenitas dimana orang-orang mulai mencari eksistensinya dalam sebuah kelompok dengan menggunakan segala macam cara, seperti mengikuti keinginan dan ketidaksukaan mereka, padahal bukannya kita harus hidup bebas tanpa paksaan ? Ketika kita membuat sajak ataupun puisi biarkanlah mereka menggonggong dengan gong-gongan alay karena sesungguhnya mereka telah kehilangan nilai kesastraaan dalam diri mereka.

Budaya literasi ini kita harus terus kembangkan karena ini adalah salah satu peninggalan budaya sejak zaman dahulu kala –bahkan zaman para nabi- yang telah di bersihkan racunnya dari zaman ke zaman jadi kita hanya tinggal melestarikannya saja. Namun bukan berarti juga kita tidak boleh dan tidak dapat memoderenisasikan sesuatu di zaman kita. Kita hanya perlu mengetahui hal-hal apa saja yang perlu dimoderenisasi dan hal apa yang tidak perlu. Hal-hal yang perlu dimoderenisasi adalah seperti teknologi dan kecanggihan kita dalam menggunakannya, namun kita harus pula menyaring virus yang dibawanya agar sifat zoon politicon kita tetap hidup dan menekan sifat homo homini lupus kita. Tak bisa dipungkiri kita saat ini harus bisa menemukan teknologi terbarukan dan harus pula paham cara menggunakannya agar kita tidak ditelan zaman. Adapun hal-hal yang harusnya dibiarkan saja tanpa harus dilakukan moderenisasi  selain budaya literasi adalah sifat kebaikan manusia serta nilai-nilai baik yang telah diterapkan dari dahulu zaman-zaman sebelumnya, karena hal ini telah –harusnya- disharing oleh para pendahulu kita setiap racunnya jadi kita tinggal menerapkan dan memilah saja mana yang patut dan mana yang tidak patut digunakan.

Diakhir kata ini saya selaku penulis hanya berpesan untuk dirisendiri dan yang lainnya bahwa jangan pernah malu untuk menulis apapun itu yang ingin kau tulis selama tidak keluar dari batasan-batasan yang ada disekitar kita, mari kita sama-sama hidupkan kembali budaya literasi yang telah ditinggalkan para pendahulu kita kepada kita, agar nantinya para penerus bisa memahami kegelisahan ataupun memahami kecintaan dan kisah yang ada di zaman kita ini. 

Selengkapnya...

Rabu, 21 Oktober 2015

Pecinta Malam

Oleh : B.S.H.
Dialah sang nocturnal,
bahagia akan malamnya, sengsara di siang harinya.
Tak luput dari matanya, setiap indahnya sang malam,
karna dia begitu terpikat akan gelapnya.

Dialah sang nocturnal
tulus dirinya menemani sang malam,
yang tiada tipu daya akan ketulusannya
bersama malam, dia hadapi kesunyian dunia

Dia tak pernah terpikat akan silau mentari, dia menolaknya !
Dia dibenci oleh para penikmat mentari,
ditakuti oleh penikmat pagi,
namun dia tetap berdiri,
berdiri ditengah malam yang sunyi.

Takut akan cahaya mentari ? itulah dia.
tak pernah terhangatkan oleh cahaya mentari ? dia pun sama.
namun dia mensyukuri
sebagai makhluk pecinta malam hari
dan berteman dengan sunyi.
Kasihan, Bantul, 21 Oktober 2015
Selengkapnya...

Sabtu, 10 Oktober 2015

Radikalisme itu (bukan) Awal Terorisme

oleh : B.S.H.
Bukan bermaksud untuk memprofokasi ataupun membela kelompok dogma tertentu, namun dewasa ini kita sering sekali mendengar isu tentang terorisme. Terorisme itu sendiri adalah serangkaian tindakan meneror dengan menggunakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan, menimbulkan suasana teror -menimbulkan rasa takut- terhadap orang secara keseluruhan atau secara masal.

Namun pada saat ini pengertian dari terorisme ini seringkali dikaitkan dengan radikalisme. Media dan pemerintahpun berbondong-bondong mengampayekan bahwa radikalisme adalah awal dari paham terorisme. Entah dari mana mereka mendapat pengertian seperti itu. Tetapi melalui media yang kita baca dan kita dengarkan kita seakan mengiakan bahwa radikalisme itu adalah awal dari seseorng untuk menajadi teroris.

Kita harusnya menela’ah kembali arti sesunggunhnya dari kata aradikalisme ini. Radikalisme berawal dari bahasa yunani yaitu radix yang artinya akar dan isme yang artinya paham atau pemahaman. Radikalisme itu sendiri adalah sebuah pemahaman yang mengakar. Jadi apa salahnya jia kita mempunyai pemahaman yang mengakar ataupun mempelajari sesuatu secara mengakar (mendalam) ? Entah siapa yang menciptakan opini bahwa radikalisme adalah hal yang buruk karena akan membentuk terorisme. Tapi jika kita melihat saat ini bahwa siapapun yang menciptakan opini global ini tentunya mempuyao tujuan yang jelas bahwa dia ingin masyarakat internasional beranggapan bahwa salah satu dogma Agama adalah sumber dari terorisme. Dogama tersebut adalah Islam. Kita bisa melihat secara langsung bagaimana pendeskriminasian agama ini terjadi ketika orang yang berkumis asik dengan percobaan percobaannya dengan hal yang berbahaya maka mereka akan mengatakan mereka sedang bereksperimen, tetapi ketika orang yang berjenggot melakukan hal yang sama maka mereka akan menarik kesimpulan bahwa orang itu merencanakan sesuatu yang jahat dengan cara membuat sebuah bom. Ini adalah sungguh pembodohan yang nyata serta diskriminasi yang nyata karena umat islamlah yang berjenggot tersebut.

Mungkin kawan-kawan sekalian bertanya-tanya mengapa demikian, mengapa Islam dengan radikalisme selalu dikaitkan, ketahuilah sesungguhnya Islam itu sendiri mengajarkan radikalisme, Islam mengajarkan pemeluknya untuk mempelajari sesuatu secara mendalam tidak sepotong-sepotong apalagi hanya luarnya saja. Karena dengan pemahaman yang mendalam kita bisa mengerti akan suatu hal dan kita bisa mengerti apa sebenarnya tujuan kita diciptakan di dunia ini. Dengan pemahaman yang radix ini pulalah kita bisa terlepas dari hal mendaku dan mengakui kebenaran secara sepihak atau mungkin secara kebenaran logika kita, padahal kita tau bahwa lokiga kita itu terbatas dan belum bisa mencapai sesuatu yang berada atau bahkan tak bisa di jangkau oleh ranah logika.

Masih hangat dalam fikiran kita kasus di Tolikara, Papua di mana umat islam harus kehilangan masjid dan ketenangan saat melaksanakan sholat idul fitri, tapi apa itu dikatakan tindakan terorisme ? Tidak ! itu dikatakan sebagai tindakan kejahatan biasa, bukan sebagai terorisme apalagi mengaitkan dengan pemahaman agama. Selain itu ada juga kasus pembantaian seluruh desa umat muslim oleh salah satu kelompok agama di Sulawesi Barat yang sama tidak dikatakan sebagai tindakan terorisme bahkan lebih parah tidak ada satupun media yang meliput ataupun pemerintah yang memperhatikan hal ini. Bahkan dikatakan –entah benar atau tidak- polisi malah membela kelompok yang melakukan pembantaian tersebut dengan cara menghentikan kelompok bantuan untuk umat muslim yang di bantai tersebut. Jika demikan siapa yang pantas dikatakan sebagai teroris ? apakah mereka yang berlaku radikal  ? mempelajari agama secara mendalam ? atau mereka yang memahami agama hanya setengah-setengah ? menurut penulis sendiri mereka yang pantas untuk dikatakan sebagai teroris adalah mereka yang mempelajari agama secara setengah-setengah. Hal ini dikarenankan seorangyang ahli agama harusnya lebih memperhatikan keberagaman dan ketentraman umat karena tidak ada satu agama pun yang mengajarkan akan kekerasan –selama agama itu bukan aliran sesat.

Entah harus menyalahkan siapa tentang sesat fikir mengenai kata radikal ini, karena seperti ada sekelompok orang yang ingin menjatuhkan citra orang-orang yang agamis agar tidak mempelajari agama secara mendalam. Tapi harusnya media sebagai pemberi informasi serta pembentuk opini publik cermat dalam menggunakan kata-katanya dalam setiap pemberitaan jangan sampai mengadakan pemikiran yang mengakibatkan sesat fikir bagi setiap orang.

Begitupun pemerintah harusnya lebih cermat dalam memberikan argumen di depan publik, mereka yang dianggap sebagai reprsentasi dari rakyat harusnya mencerdaskan rakyat bukan malah membodohi rakyat dengan cara melanggar rakyat untuk mempelajari sesuatu secara radikal.Ketahuilah bangsa yang maju adalah bangsa yang di isi oleh orang-orang yang pandai akan keahlihannya dan orang-orang tersebut hanya akan lahir jika dia mempelajari keahliannya secara radikal bukan setengah-setengah.

Jika terorisme akarnya adalah radikalisme maka orang-orang yang dikatakan “teroris” itu lebih pintar dari orang bodoh yang mengatakan akar teroris adalah radikalisme. 

Selengkapnya...

Senin, 05 Oktober 2015

Tuhan Maafkan Aku Menggadaikan Mu

Oleh : B.S.H.
Sungguh cinta telah membuatku buta, buta akan dunia dan buta akan akhirat. Segalanya menjadi abu-abu, tidak ada hitam, putih, merah, biru, jingga, dan warna yang lainnya dalam pandangan mataku. Aku menjadi seperti anjing yang hanya bisa melihat warna abu-abu tanpa bisa melihat warna lainnya, semuanya serba tabu. Aku bahkan tak kenal dan tak ingat siapa aku dan apa tujuanku, semua hanya karna sebuah nama yang terpaut dalam lubuk hati, sebuah nama yang menjadi tujuan dari hidup, sebuah nama yang sederhana namun begitu berarti, nama itu telah tertanam dan telah mengambil alih jiwaku.
Sungguh dia telah menyihirku, sihir yang begitu hebat, sampai-sampai aku tak bisa melihat warna lain dan untuk berfikir yang lain. Cita-citaku pun hanya untuknya, sekolahpun aku hanya ingin bertemu dengannya, setiap hariku memikirkan dirinya. Sempat temanku  memperingati akan hal itu namun aku tidak pernah peduli. Karna aku telak diperbudak oleh entitas yang mereka sebut cinta.
Sempat salah satu guru di sekolah memperingatiku akan apa yang aku lakukan serta hubungan ku dengannya yang aku jalani, namun apa yang aku lakukan ? Aku mengabaikan hal itu, aku melokalisasi Tuhan dalam hal ini, Tuhan bagiku hanya ketika berada di bulan puasa ataupun di masjid tempatku bersujud untuk mengagungkannya, dalam harinya aku begitu sekuler, karena aku menggadaikan Tuhan dan berharap bisa menebusnya kembali di masa tuaku. Begitupun dengan dia, dia telah melokalisasi Tuhan kepercayaanya, dia menempatkan Tuhan di tempat dia bersembahyang  tapi ketika bersamaku diapun menjadi sekuler, tiada Tuhan diantara kita, karena kita adalah budak entitas cinta.
Bisa dikatakan (mungkin) aku telah menggadaikan Tuhan dalam hal ini. namun aku menggadaikan Tuhan tidak tanpa alasan, aku menggadaikan Tuhan dengan harapan aku bisa menebusNya kembali saat dia menjadi sah secara formal denganku, tapi dengan caraku sendiri. Aku melakukan berbagai cara, sampai cara setan pun aku coba namun aku beruntung aku tidak menjadi setan itu sendiri karena sebuah janjiku padanya yang akan tetap menjaga keutuhan kehormatannya sampai hari dimana dia mengiklaskannya atau khilaf memberikannya, aku menanti saat itu.
Waktu demi waktu kita lalui, masa demi masa kita lewati, sampai pada masa ketika aku dan kau sadar bahwa kita sudah cukup lama menggadaikan Tuhan kepercayaan kita masing-masing, dan mungkin Tuhan telah murka kepada kita karena telah melokalisasinya hanya pada tempat ibadah dan waktu khusus masing-masing. Kita pun terpisahkan sebagai simbolisasi kemurkaan Tuhan akibat perbuatan kita, dan sebagai azabNya kepadaku aku diberi hukuman meratapi nasib karena kehancuran hati akibat kepergianmu. Lebih dari itu aku harus memikirkan untuk menebus kembali apa yang aku gadaikan, yaitu Tuhanku, serta menghapus pelokalisasian Tuhan yang aku buat selamu ini. 
Tidak hanya aku, kau pun sama, kau juga merasakan pedihnya dan malunya karma buruk yang menimpamu akibat keburukanmu, namun di satu sisi mungkin itu baik bagimu dan bagiku karena kau telah ada yang menjaga dan membahagiakanmu dan akupun bisa kembali fokus di ajaran Fitrahku sebagai hamba yang terus selalu menempatkan Tuhannya dalam kehidupanya.

Ketauhilah, ketika kau “menggadaikan” Tuhanmu kau harus tau konsekuensi buruk yang akan menimpamu serta kau juga harus pertimbangkan seberapa banyak waktu yang kau jadikan jaminan serta seberapa banyak waktu yang kau punya untuk “menebusNya”.
Selengkapnya...

Sabtu, 03 Oktober 2015

Teruntuk Adikku

Oleh : B.S.H.

Basri S. Hardana, kau memang masih kecil, pengalamanmu masihlah kecil, umur dan pengetahuan duniamu pun sama. Tapi jiwa dan kesabaranmu begitu besar, melebihi jiwa dan kesabaran orang-orang yang merasa besar. (B.S.H.) 

Basri S. HardanaMaafkan kakakmu ini yang belum bisa membahagiakanmu, seperti kakakmu yang satunya. Aku hanya bisa marah-marah kepadamu, selalu menyuruhmu melakukan ini dan itu, selalu berkata hal yang mungkin belum saatnya aku katakan sampai mungkin kau membenciku. Tapi ketahuilah itu semua aku lakukan untuk menjaga dan melindungimu. Bukannya aku tak ingin memanjakanmu, tentu aku sangat inginkan itu, tpi aku harus mengajarkanmu bagaimana kehidupan sosial itu berjalan dan bagaimana susah senangnya kehidupan itu sendiri. Aku hanya ingin mengajarkan itu agar kau tak menjadi sepertiku.
Aku tau kau seudah besar, kau sudah mulai masuk ke dunia Sekolah Menengah Pertama, kau pantas memilih jalan ini dan jalan itu untuk kebaikan dan kepentingan hidupmu sendiri. Tapi apa kau tau resiko dari jalan yang kau ambil itu ? apakah kau sudah mengerti tentang bagaimana cara berfikir kedepan ? apakah kau sudah memikirkan bagaimana kau menghadapi setiap ejekan nantinya karena pilihan yang kau pilih ? jika sudah aku sangatlah bangga padamu. Namu bagiku kau tetap adik kecilku yang masih kecil, bukan bermaksud merendahkan pilihanmu atau ikut campur urusanmu tapi aku hanya ingin kau mempertimbangkan itu, aku tak ingin kau salah jalan nantinya, aku tak ingin kau malu di depan teman-temanmu karena pilihanmu sendiri.
Wahai adik, kehidupan ini sangatlah keras, aku sadar kau sudah mengetahuinya, kau sering leihat ibu dan ayah kita “berdebat” karena hal ini dan itu, bahkan kau merasakan pahitnya orang yang ktia sebut ayah di waktu yang masih sangat muda, kehilangan sosok yang selalu memanjakanmu, selalu menuruti dan melindungimu, sosok yang selalu memanggilmu bos, aku tau kau kehilangan itu, aku sadar kau pasti inign menangis atau bahkan kau telah menangis dalam hatimu, karena akupun menangis tapi kau tetap tegar dan tabah hanya karena ibu kita. Kau telah memberikan senyuman dan ketulusanmu untuk menghiburnya di saat aku yang sebagai kakakmu tidak bisa menghiburnya bahkan tidak bersamanya setiap saat, tapi kau selalu dan terus menemaninya selama ini.
Umurmu masihlah sangit kecil, pengalamanmu masihlah sangat sedikit, tapi pengorbanan dan ketulusanmu adalah sangat besar dan mungkin lebih besar dari apa yang aku dan kakak kita punya. Kau rela menanggalkan sebagian masa kecilmu hanya untuk membantu ibu di rumah, bahkan kau sangat hebat dalam menabung sehingga aku bisa menggunakan tabunganmu melalui ibu untukku kuliah.
Maafkan aku, aku memang mungkin tak pantas menjadi kakakmu, aku memang belumlah bisa membahagiakanmu seperti apa yang telah kakak kita lakukan padamu. Aku hanya ingin kau tau, aku ingin menjadi pengganti ayah kita yang telah pergi, aku ingin melindungi dan membahagiakanmu juga, aku ingin berada disampingmu saat kau ingin menentukan pilihanmu untuk saat ini, aku ingin berada di sampingmu saat kau sedang berada dalam masalah, bahkan aku rela terlibat dalam masalah itu jika kau memang memerlukannya.
Aku ingin menebus semua masa kecilmu, aku tak ingin melihat kau bekerja keras lagi, cukuplah kita sebagai kakakmu yang bekerja untuk menyekolahkanmu kelak hingga jenjang yang kau inginkan. Aku hanya ingin menjadi baju zirahmu untuk melindungimu dari segala keburukan dunia ini.
Mungkin kau belum bisa atau mungkin tak bisa membaca tulisan ini, tapi aku hanya ingin kau tau tentang itu, aku ingin membahagiakanmu dan Ibu kita, agar tak pernah lagi memikirkan tetang kebutuhan sehari-hari. Aku titipkan ibu kepadamu untuk beberapa tahun lagi, aku akan segera menyelesaikan urusanku disini dan mencari nafkah untuk keluarga kita. Maafkan aku, aku ingin kau memaklumi kekhawatiranku karena aku tak bisa melihatmu tumbuh secara langsung. Sekali lagi, maafkan aku.
Selengkapnya...

Senin, 14 September 2015

Karma dan Bencana

Oleh : B.S.H.
Inilah hidup, ada karma ada bencana
diukur oleh neraca yang berat sebelah
dibandingkan dengan perbandingan yang tak pernah sama
tapi inilah hidup, hidup yang kita inginkan

Sejenak aku terpaku dalam nasib
nasib yang seolah-olah selalu datang dengan buruk rupanya
nasib yang menghantarkanku pada keputusasaan
nasib yang ku kira adalah karma
atau malah itu adalah bencana

Sungguh Tuhan apakah ini karma ? ataukah bencana ?
karna aku muak dengan semua
seolah tak bisa aku berbuat apa-apa
hanya bisa menerima derita dan sengsara

Tuhan aku lelah dengan semua itu,
tolong  jelaskanlah ini semua melalui mata hatiku
karena Aku tau mataku batinku tak bisa melihatnya
dan aku tau Kau mampu melakukannya.

Inilah hidup, ada karma ada bencana
jika ini karmaku akan aku terima
Tapi jika ini bencana untuku, hancurlah sudah semua
karna aku tak tau apa-apa
mengenai derita dari Sang Pencipta

Kasihan, Bantul, Yogyakarta, 14 September 2015
Selengkapnya...

Kamis, 27 Agustus 2015

"Tanpa Judul"

Oleh : B.S.H.
Bagian Pertama, Sebuah Awal
Permainan computer atau computer game memang sering membuat orang lain lupa akan sesuatu hal yang penting,  seorang yang terlalu asik bermain game bahkan sering lupa untuk makan dan lebih parahnya dia lupa ada seseorang yang menuggunya, disampingnya, yang mencintainya, yang selalu menemaninya ketika dia sedang asik dengan permainannnya, dan aku adalah salah satu orang yang pernah tersihir oleh sihir game komputer ini.
Saat alarm istirahat berbunyi, kawan-kawanku sejenak melepas lelah setelah pelajaran matematika yang membingungkan itu telah menguras isi otak kami mereka langsung berlari menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang seketika kosong akibat pelajaran tersebut. Tapi berbeda dengan mereka, aku langsung menyalakan komputer yang berada di depanku dan bersiap untuk bermain game kesukaanku ketika salah satu orang berteriak dari depan pintu.
“Bro kalian gak turun makan ?”                                         
Tanpa tau siapa yang berbicara, aku langsung menjawab.
“Duluan saja bro aku gak lapar”
Merekapun pergi secara bersamaan kekantin yang dipenuhi begitu banyak orang dari kelas lain dan itulah mengapa saya benci untuk kekantin karena begitu banyak orang disana. Mungkin sekolah harus membuat kantin yang khusus untuk kelas kami seperti kami yang ditempatkan di kelas khusus dan di gedung khusus pula protesku dalam hati.
“Makan bareng yuk”
Suara yang halus itupun terdengar ditelinga kananku yang tengah asik bermain game, suara yang selalu mengingatkanku pada dirinya yang telah pergi, Disa..
“Aku kan sudah bilang aku tidak lapar.”
“Hmmm.. baiklah kalo begitu,” sambil merebahkan kepalanya kebahuku dan berharap aku melepaskan tanganku sejenak dari keybord dan mouse komputerku dan beralih padanya karena begitulah wanita. Tapi tidak, aku tidak perdulikan hal itu.
Begitu manis parasnya, begitu baik hatinya, bagitu tulus cintanya yang membuat dia begitu sabar menemaniku yang begitu egois dan tak pernah mendengarkan keluh kesahnya tapi dia begitu sabar mendengarkan dan menemani setiap keluh kesah yang kukatakan
“Turun sana sama yang lain kalo kamu lapar” ucapkan tanpa memalingkan wajahku dari depan monitor karena game yang hampir ku selesaikan.
Dia tersenyum “aku mau turun makan kalo kau yang menemaniku makan.”
Senyuman yang begitu memikat, bahkan memikat dua orang kakak kelas kami yang saat itu juga sama-sama menginginkannya untuk menjadi pacarnya, tapi sayang sayalah (orang brengsek) orang yang beruntung mendapatkan dia. Hahahhaha
“Sudahlah ! turunlah makan, aku nanti yang dimarahi kakakmu jika kau tidak makan, liat tubuhmu yang semakin mengurus, nanti aku sms Putri untuk menunggumu dibawah jika kau malu untuk turun sendiri.”
“Jangan marah dong, iya aku turun dulu yah nanti aku beli’in makanan buatmu nanti.”
Wanita-wanita, selalu saja tersenyum ketika lelaki membentaknya ataupun berbuat tidak baik kepadanya dengan dalih bahwa dia mencintai lelaki tersebut, dia rela menjadi orang yang dianggap aneh oleh orang lain. Ah ! begitulah cinta !
Tapi tetap saja aku selalu membuat dia bahagia walaupun terkadang aku membuat dia bersedih hati, aku selalu menuruti permintaan dia dan mengajaknya jalan selayaknya sepasang kekashi yang lain, menikmati malam bersama dan selalu bersama, karena aku tau di satu sisi dirinya membutuhkan teman yang selalu ada maka dari itu aku berusaha untuk selalu ada dengannya walapun aku judes ketika didekatnya tapi aku merindukannya ketika berada jauh darinya. Aku sangat merindukanmu, Disaa….

****

Banyak orang yang mengatkan aku beruntung karena telah mendapatkan seseorang yang begitu mencintaiku apa adanya, walaupun tampangku tidaklah semenarik orang lain. Tapi banyak juga dari mereka yang mengatakan bahwa aku adalah orang brengsek yang selalu menyia-nyiakan kasih sayang yang telah ia berikan, aku berusaha mendapatkannya –butuh waktu 2 tahun untuk bisa menjadi pacarnya- dan setelah aku mendapatkannya aku membuat dia seakan-akan menjadi budak cinta yang selalu menuruti semua perkataanku. Yah untuk saat ini mungkin kalian bisa menganggapku orang yang brengsek biar kalian senang akan hal itu !
Hari-hari kami selalu dilalui dengan kediaman, karena aku adalah orang yang pendiam. Aku hanya ingin berbicara apa yang ingin aku bicarakan dan diapun seakan sudah sedikit lelah meladeni sifat diamku ini tapi dia tetap bertahan dengan alasan sederhana. Cinta.
Ketika suatu saat tiba-tibs secara spontan sebuah pertanyaan keluar dari rongga mulutku,
“Disa, kamu udah capek yah meladeni sifatku ? tadi Rendi nanyain kamu, dia baru balik dari tes kuliahnya, sepertinya dia lulus di STPDN”
“Aku gak capek kok, aku sayang kamu jadi mana mungkin aku capek menanggapi sifatmu. Lagian kalaupun dia datang kesini terus kenapa ?” Dengan senyumannya yang membuatku jatuh hati padanya saat pertama bertemu
“Kan siapa tau kau ingin bertanya-tanya tentang STPDN, bukankah kau ingin masuk kesana ? aku tau di suka padamu tapi jika kau kesana bukan untuk menggodanya kenapa aku harus melarang ?” aku bermaksud untuk menyindirnya serta mengujinya. Sungguh aku akan marah jika dia pergi, karena di sisi lain aku juga tak ingin ada orang lain yang menggantikanku.
“janji gak marah ? aku turun dulu yah, nanti aku bareng Putri deh turun biar kamu gak berfikiran aneh-aneh”. Diapun langsung pergi dengan mengajak Putri bersamanya.
“Bodoh ! kenapa kau mengizinkannya bertemu dengan Rendi ? siapa yang tau nantinya dia akan mencintai Rendi karena Rendi sekarang sudah terjamin hidupnya, sedangkan kamu?” Batinku memberontak, aku tak bisa lagi berfikiran jernih, yang aku fikirkan adalah aku harus cepat pulang dan mengajaknya juga, mereka tidak berbicara terlalu lama. Tidak boleh !
Akupun langsung mematikan komputerku dan bergegas mengambil tasku lalu turun kebawah untuk mengajak Disa pulang juga.
Sekilas aku melihat mereka bertiga di lantai dasar sebelum aku turun, dan ketika akupun berada di bawah Putri melihatku sambil berteriak,
“Sudah mau balik Gas ? tumben biasanya masih main aja di atas sama Vito dan Diko”
“ Gak kok, cuman udah males aja main terus, ngantuk pengen pulang tidur jawabu tanpa menoleh ke rendi dan disa”
Diapun sadar akan sifatku itu dan segera mengakhiri percakapan dia dan rendi lalu segera kembali kekelas untuk bersiap lalu menyusulku di parkiran motor.
“Kamu marah sama aku ?” suara yang lembut itu lagi berada dibelakangku
“Gak kok, ngapain marah ? emang kamu menggoda dia tadi lantas aku marah ?”
“Nggak lah, cuman tanya-tanya doang, gak usah judes dong”
“Udah dibilang gak kok !”
“Iyadeh iyaa” jawabnya mengalah
Dia tau ketika dia memperumit permasalahan maka aku akan selalu mencari-cari alasan agar dialah yang salah dan sayalah yang seakan-akan selalu benar.
“Kamu udah makan ? aku mau mampir makan, ikut gak ?” sambil menyalakan motor bututku yang sangat sulit untuk dinyalakan
“Iya dong sayang aku ikut, tapi jangan lama-lama yah takutnya dimarahin ibu” sambil tersenyum dengan senyuman yang begitu manis, senyuman yang terus membekas dalam hati orang yang mengenal dan mendekatinya.

Karena senyumanmu telah melululantahkan batu-batu dalam hatiku
karena senyumanmu telah membuat api amarah berubah menjadi api cinta
karena senyumanmulah caraku melihat dunia berubah
dan karena senyumanmulah aku sadar, kau begitu berharga
Disa...

****

Selengkapnya...
 

#About

Hai, terimakasih telah berkunjung. Saya adalah bongkahan kesederhanaan yang diberi nama Bagus Setiawan Hardono. Berasal dari desa Muntoi Timur, Bolaang Mongondow, Sulawasi Utara

#Blogroll


#Blogger news