Labels

Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 29 April 2015

Seconders (Dalam Kenangan)

Oleh : B.S.H.
Sekitar lima tahun (pada bulan Juli kurang lebih jika tidak salah mungkin) yang lalu adalah awal bertemunya sekelompok dari latar belakang sekolah dan kebiasaan yang berbeda. Sekelompok orang yang mempunyai mimpi dan tujuan yang besar dan juga orang yang selalu mempunyai keinginan yang kuat untuk mewujudkan mimpi mereka itu. Awal pertemuan yang tak pernah di sengaja, tak pernah direncanakan, karena semuanya bertujuan hanya untuk melanjutkan sekolah dijenjang yang lebih tinggi dari Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Tak satupun yang saya kenal dalam kelompok itu dan tak satupun dari kelompok itu yang mengenal saya tapi di balik itu semualah hal yang membuat kita kompak sebagai satu kelompok yang menjadi seperti satu keluarga yang mempunyai tujuan dan impian yang sama. Keluarga itu semakin erat tatkala keluarga itu diberi nama, yaitu Seconders.

Lambang Seconders

Sedikit lupa tentang arti yang sesungguhnya, karena pencetus dari kata itu adalah para srikandi-srikandi yang hebat yang berada di dalam keluarga tersebut. Akan tetapi ada satu hal yang saya ingat yaitu, kata “Seconders” itu dikarenakan kita adalah angkatan kedua dari kelas yang katanya khusus itu dan juga biarpun kita menamakannya “Seconders” tapi bukan berarti kita menginginkan untuk menjadi yang kedua. Kita selalu dan selalu berusaha untuk menjadi yang pertama didalam hal apapun itu baik dari sisi akademik maupun non akademik dan semua itu terbukti adanya.
Kelas kita menjadi kelas yang sering dibanggakan dalam hal akademik karena banyaknya orang-orang yang pintar dan cerdas dalam kelas itu serta kelas kita juga dibanggakan dalam hal non akademik (khususnya olehraga) karena kehebatan yang luar biasa dari siswa dan siswinya. Contohnya dalam lomba OSN (jika tidak salah) siswa dan siswi dari kelas kamilah yang ditunjuk untuk mengikutinya (Putri E. Kobandaha, Triono Golo, Anjelita Suratinoyo, dan Siti Rukmini) dan pada non akademik siswa kami (Septiandi Dilapanga) menunjukkan kebolehannya dalam bermain bola tatkala SMA kami mengikuti Liga Pendidikan Indonesia (LPI) serta kelas kami menjadi juara 1 dalam kejuaraan futsal yang diadakan di SMA kami. Tidak hanya mereka, tapi hampir keseluruhan orang dari Seconders mempunyai bakat yang terpendam dan unik satu persatu, mereka (yang dituliskan namanya) hanya mewakilinya saja. Mungkin banyak yang menganggap remeh kami tapi karena itulah kami berusaha untuk membuktikan bahwa kami tidak hanya bisa dalam hal akademik tapi kami juga bisa bersaing dalam bidang non akademik. 
Banyak keceriaan yang terjadi didalamnya, keceriaan yang tergambar dari wajah para pencari jati diri. Yah, kita (Seconders) saat itu berada pada tingkatan ke-2 (kelas 2) dalam Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kotamobagu (SMA N. 1 Kotamobagu). Mulai dari kesombongan maupun kerendahan hati, cinta kasih mapun kebencian, kenakalan maupun kebaikan, ke-alay-an maupun keseriusan, kejujuran maupun kebohongan, semua tercipta pada saat itu.
Semua seolah-olah telah sedang mempersiapkan jati diri mereka untuk kedepannya, ada pula yang mulai berani mengungkapkan isi hatinya pada orang lain dan ada pula yang mulai berani untuk mencoba hal-hal baru yang belum pernah dia lakukan semasa hidupnya. Yah karena pada posisi itulah kita mempunyai kedekatan yang cukup dekat untuk dikatakan sebagai sebuah keluarga, permasalahan yang terjadi dalam keluarga itupun sering kita hadapi, mulai dari rasa iri akan sesama teman bahkan sampai tidak saling tegur tapi kita bisa melewatinya sebagai sebuah keluarga.
 Banyak cerita yang telah kita buat selama 3 tahun yang indah (menurut saya), mulai dari kedekatan awal kita yaitu pada saat mengikuti study tour bersama kelas 3 yang pada saat itu kita masih duduk di kelas satu, walaupun kita tak saling kenal tapi kita meulai membantuk sebuah komunikasi antar individu untuk mempererat tali perkawanan kita.
Kedekatan kita semakin terasa tatkala kita yang pada saat itu berada pada kelas 2 menempuh study tour untuk keduakalinya ke Provinsi Gorontalo. Kita semakin dekat pada saat itu karena yang berangkat hanyalah kelas kita. Banyak kenangan yang kita ciptakan pada saat itu dan juga banyak cerita cinta maupun ketidakcintaan yang muncul pada saat itu juga.
Tapi dalam setiap pertemuan pastilah ada yang namanya perpisahan, itulah menurut peribahasa, dan itu pulalah yang terjadi pada kami. Setelah kami menduduki tingkatan ke- 3 yaitu kelas 3 SMA kelas seconders tidak lagi seperti seconders sebelumnya. Mungkin karena sudah bosan dengan orang-orang yang sama atau karena sudah mempersiapkan kehidupan yang lebih jauh kedepan yaitu pada jenjang perkuliahan. Kita sadar bahwa tidak mungkin kita akan bersamalgi pada satu tempat kuliah yang sama maka dari itulah yang menyebabkan kita menjadi pecahan kelompok-kelompok kecil dalam sebuah kelompok beasar. Permasalahan yang terjadi seolah tidak bisa terselesaikan lagi, mulai adanya kecemburuan antar satu kelompok serta pada akhirnya terpisahlah kelompok itu menjadi beberapa bagian.
Kita tidak lagi berjalan bersama, melainkan berjalan bersama kelompok. Mulai adanya kawan baru yang menggantikan kawan lama. Perpecahan yang terjadi akibat dari sebuah cinta antar individu sehingga memunculkan keegoisan pada setiap orang. Tapi begitulah hidup dan itu juga yang mendasari adanya pemikiran-pemikiran bahwa jika kita tidak bertemu untuk waktu yang sedikit lama mungkin kedekatan yang pernah tercipta diantara individu seconders bisa muncul lagi.
Setahun berselang setelah kelulusan dan semua warga seconders telah mencicipi bangku perkuliahan Seconders berkumpul kembali di kota kelahirannya, kota tercinta Kotamobagu. Banyak harapan yang saya harapkan setelah setahun tidak bertatap muka dengan yang lain tapi, semua berada diluar ekspektasi saya, Seconders yang dulunya adalah sebuah kelompok “besar” dengan jumlah 32 orang yang terkumpul hanya setengahnya dihari pertama di perayaan Idul Fitri disalah satu rumah warga Seconders dan itupun hanya sesaat langsung berkurang menjadi seperempatnya dan pada akhirnya kembali menjadi kelompok-kelompok kecil seperti setahun yang lalu,
Yah pada akhirnya saat Seconders itupun tinggal hidup dalam angan-angan setiap individu, hanya hidup didalam dunia lain yaitu media sosial seperti bbm, twitter, dan fb. Layaknya pepatah yang mengatakan bahwa “hidup segan matipun tak mau” mungkin saperti itu kondisi Seconders saat ini, tidak vakum namun juga tidak dibubarkan atau ditinggalkan anggotanya seperti Liga Bangsa Bangsa sebelum adanya Perserikatan Bangsa Bangsa. Tapi Secoders tetaplah Seconders tidak ada yang akan berubah ataupun dirubah dari kenagan yang ada di dalamnya, hanya manusianya yang berubah menjadi karena saya tau bahwa adalah hakekat manusia untuk berubah. Biarlah Seconders itu menjadi ajang nostalgia kita kelak ketika kita akan menempuh jenjang yang lebih tinggi lagi dan biarlah Seconders itu menjadi cerita dongeng kepada anak cucu keluarga Seconders itu sendiri. Semoga kita bisa berkumpul kembali kawan, entah capat atau lambat.
Selengkapnya...

Minggu, 05 April 2015

Desa Muntoi

Oleh : B.S.H.
Muntoi adalah salah satu desa yang berada di kecamatan Passi Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Induk, Propinsi Sulawesi Utara (Insya Allah akan mekar menjadi Propinsi Bolaang Mongondow Raya). Desa ini dulu pernah menjadi salah satu desa yang mempunyai wilayah yang luas tetapi karena satu dan lai hal desa ini mekar menjadi 3 bagian yaitu Muntoi Timur, Muntoi Induk, dan Inuay (artinya: diangkat). Desa muntoi ini awalnya bernama Mo’onow (artinya: sejuk) tapi tidak tau mengapa nama dari desa itu dirubah menjadi Muntoi. Muntoi itu sendiri adalah aliran sungai yang mengalir melewait desa Muntoi Timur.
Menurut penuturan orang-orang tua di desa tersebut, kebanyakan penduduk dari desa itu adalah awalnya bersal dari Desa Bulud (artinya: gunung), Bintau, Passi, Bilalang dan sekitarnya.
Secara geografis desa ini memang dikenal sebagai dareah yang mempunyai struktur bebatuan yang banyak sehingga sulit untuk menanam Padi dan sejenisnya. Tapi masyarakat desa tersebut telah mengakalinya dengan membuat persawahan yang jauh dari daerah bebatuan dan berada jauh di belakang perumahan warga. Jadi jika dilihat sekilas desa ini tidak ada persawahan sama sekali. Karena strukturnya yang kebanyakan adalah batu pihak Freeport tertarik untuk melakukan penelitian apakah terdapat kandungan emas di dalam tanah desa tersebut. Hal ini juga dikarenakan sebuah peristiwa dimana di pinggiran sungai Ongkag[1] warga bisa menemukan emas dalam jumlah yang bisa dikatakan besar sampai-sampai sempat terjadi kehebohan pada saat itu. Tapi hal ini tidak berlangsung lama, hanya sekitar 3 bulan.
Desa merupakan salah satu desa yang bisa dikatakan “sejahtera” di kecamatan Passi Barat dan di jadikan sebagai desa “percontohan” untuk desa yang lain dikarenakan kehidupan para penduduk desa yang bisa dikatakan serba cukup dan hampir semuanya mempunyai tanah Hak Milik. Hal ini dikarenakan semangat dari penduduknya yang tidak pernah lelah untuk menuntut ilmu dan terus bekerja tanpa bergantung kepada orang lain. Bisa di katakana bahwa (hampir) semua pumuda dari desa ini merantau untuk mencari pekerjaan maupun untuk bersekolah. Penduduk desa Muntoi ini seperti dikatakan sebelumnya adalah penduduk yang berasal dari berbagai desa yang datang mencari tempat tinggal maka (sepertinya) sudah menjadi kebiasaan dari para penduduk desa ini untuk merantau keberbagai tempat. Itulah salah satu alasan desa ini menjadi desa “percontohan”.
Bahasa yang digunakan di desa Muntoi adalah Bahasa Mongondow untuk keseharian penduduknya dan jika berkomunikasi dengan penduduk luar desa atau dengan orang yang lebih tua (dihormati) maka biasanya menggunakan bahasa Melayu[2].
Desa ini juga seperti desa-desa yang lain yang sering terjadi konflik dari satu desa dengan desa yang lain. Salah satunya adalah konflik dengan desa tetangga, yaitu Poyuyanan dan juga Komangaan yang sampai saat ini (seperti) masih berlangsung. Untuk saat ini lebih terlihat seperti perang dingin antar desa. Penulis tidak tau apa yang melandasi konflik yang berkepanjangan tersebut akan tetapi harunya konflik ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan tidak perlu memendam dendam pada kejadian dimasa lalu, karena biasanya pertikaian yang berkepanjangan terjadi karena masih adanya pihak yang menyimpan dendam dari masa ke masa terhadap pihak lain. Akan tetapi terlepas dari hal itu, bisa dikatakan orang-orang dari desa Muntoi ini cukup “berani” dikarenakan desa yang menjalani konflik dengan mereka (Poyoyanan dan Komangaan) mengapit desa Muntoi ini. Jadi jika terjadi lagi konflik dengan kedua desa tersebut maka (harusnya) penduduk desa ini tidak bisa kemana-mana, tapi kenyataannya berbeda.
Tapi walaupun seperti itu penduduk desa Muntoi ini sangat terbuka dengan kedatangan tamu dari tempat lain (dengan niat tidak mengacau). Mereka (para penduduk) merupakan orang yang sosialis jadi bisa cepat berbaur dengan orang asing dari tempat manapun. Keramah-tamahan ini menjadi salah satu alasan orang dari tempat lain datang (dan berani) “bertamu” kedesa ini.
Selain alasan diatas juga dikarenakan di desa ini terdapat tempat wisata (yang kurang diperhatikan pemerintah) yaitu Air Terjun. Tidak bigitu tinggi memang tapi air terjun ini tetap menjadi pilihan untuk menyegarkan fikiran setelah beraktifitas. Hal yang unik dari air terjun ini adalah tingkatan air terjunnya yaitu sebanyak lima tingkatan, akan tetapi mungkin lebih karena saya pernah menaiki tingkatan tersebut dan mengikuti sumber air itu tapi tidak ketemu (belum sampai).
Salah satu tempat yang menarik yang bisa dikunjungi adalah pemandangan dari puncak. Tempat ini bisa dikatakan baru (sekitar satu tahun yang lalu) karena hal ini baru di temukan dari kegiatan pembukaan lahan perkebunan. Walaupun saya belum sempat kesana (karena haru “pergi” lagi) tapi dikatakana kita bisa melihat beberapa desa dari puncak tersebut dan juga tentunya pemandangan yang indah.
Selain daripada wisata berupa alamiah yang menarik dari desa ini adalah komoditas buah-buahan di sana, seperti, langsat, durian, rambutan, dan sebagainya, yang menjadikan daya terik orang luar (khususnya yang punya teman orang Muntoi) untuk datang berkunjung ketika musimnya tiba. Selain itu desa ini juga merupakan salah satu desa dengan produksi cengkeh dan kakau yang cukup besar.
*Mengenai penduduknya (cantik atau gantengnya) itu semua relative dan mungkin bisa dikatakan di desa ini “tidak ada”, yang ada di desa ini adalah orang-orang yang unik dan spesial yang bisa membuat hati setiap wanita maupun pria terpesona karena keunikan dan kespesilan ini. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kaum pemuda/pemudi dari desa ini yang bisa memikat hati dari pemuda/pemudi dari tempat lain. (benar tidaknya silahkan buktikan sendiri, hahhaa)
Satu yang menjadi penyesalan penulis adalah kurangnya perhatian pemerintah untuk membantu dan mengembangkan desa-desa yang berpotensi untuk menjadi desa wisata dan menarik perhatian orang luar untuk datang. Pemerintah (khususnya Propinsi) hanya melakukan pembangunan di Ibu kota propinsi yaitu di kota Menado sedangkan kota-kota dan desa-desa yang lain sekaan dibiarkan. Hal ini seperti menunjukan gaya pembangunan orde lama yang hanya berpijak pada pembangunan di Jakarta akan tetapi Propinsi yang lain tidak diperhatikan. 


Air terjun Dakol, Muntoi
ramainya penyerahan hadiah pemenang sepak bola
di desa Muntoi menandakan amannya desa ini

NB. : Mengenai foto/gambar penulis mohon maaf karena itu adalah foto lama (sumber terlampir di gambar). Tapi akan diusahakan untuk mendapatkan foto-foto terbaru dari desa tersebut (jika penulis pulang kampong nanti, Insya Allah). Tapi jika ada yang berkenan mungkin bisa mengirimkan foto-fotonya (khususnya orang Muntoi). Gambar akan diperbarui nantinya jika ada gambar atau foto baru.

Footnote
[1] Sungai yang melintas dari dumoga sampai ke lolak
[2] Bahasa Melayu yang berbeda dari bahasa Melayu lain, walaupun ada sedikit kesamaan kosa kata 
Selengkapnya...
 

#About

Hai, terimakasih telah berkunjung. Saya adalah bongkahan kesederhanaan yang diberi nama Bagus Setiawan Hardono. Berasal dari desa Muntoi Timur, Bolaang Mongondow, Sulawasi Utara

#Blogroll


#Blogger news