Pengarang : Da’ud Ibn Ibrahim al Shawni
Penerjemah : Bima Sudiarto & Elka Ferani
Penerbit : Dastan Books, Jakarta. Cet. I,
Oktober 2013
Tebal Buku : 276 halaman
Pengulas : Bagus S. Hardono
“…… Ketahuilah,
sesungguhnya keesaan Allah itu tersembunyi dari menara logikamu. Singkirkan
keraguanmu. Pengetahuna tentang keesaan Allah sungguh berbahaya dan yang
mencari mudah sekali tersesat. Engkau mungkin tak akan sanggup menaggung
beratnya pengetahuan yang engkau inginkan…..” (hal.38)
Kecintaan
dan kepatuhan Iblis kepada Allah telah meninggikan derajatnya setinggi malaikat
yang hanya dicipta tunduk dan patuh menjalankan perintah-Nya. Namun setelah
penciptaan manusia yang menurut pendapat malaikat akan membawa kehancuran pada
dunia, Iblis telah dikutuk dan dikeluarkan dari surga, kecintaan dan
kepatuhannya berubah menjadi kutukan seketika hanya karena kesombongannya.
Namun
benarkah akibat karena kesombongannya yang mengatakan bahwa “aku terbuat dari
api, sedang dia (Adam) hanya terbuat dari segumpal tanah” kesetiaan Iblis selama
kurang lebih 700 tahun berbalas dengan kutukan dari Tuhan yang maha pengasih?
Atau itu hanya menjadi bahagian dari skenario Tuhan seperti halnya alasan yang
dikemukakan Tuhan kepada malaikat bahwa Dialah yang paling tau apa yang makhluk
tidak ketahui.
Seandainya
pada saat itu Nabi Adam telah diberikan kebebasan berfikir dan memberikan
pendapat, akankah dia merasa kasihan kepada Iblis dan membiarkan iblis tidak
sujud di depannya? Sungguh kita tak tau, kita hanya bisa menerka, menganalogi,
dan mengandaikan kejadian-kejadian dengan permisalan yang bisa kita terima atau
masuk akal bagi kita. Sesungguhnya logika makhluk terbatas dan tak bisa
menaksir segala sesuatu atau menjelaskan segala sesuatu yang ada disekitarnya,
apalagi menerka keputusan Tuhan. Hal itulah yang Shawni coba sampaikan kepada
kita (menurut saya). Dengan luwes Shawni mendeskripsikan percakapan antara
Iblis dan pendeta Buhairah paska pendeta tersebut bertemu nabi Muhammad SAW dan
mengklarifikasi tanda-tanda kenabian yang ada pada beliau dan menjelaskan
penganalogian dan keterbatasan analogi makhluk ciptaan.
Buku
ini berisi dua kisah yaitu pertama tentang pertemuan dan percakapan antara
Iblis dan Buhairah ketika Nabi Muhammad meninggalkan Buhairah di sebuah mata
air dan aliran sungai yang rasanya manis. Disanalah Buahirah melihat sosok
dengan bentuk tubuh yang tidak karuan dengan tangan menutup mata dan
mengucurkan airmata darah. Sosok itu adalah Iblis. Percakapan antar keduanyapun
berlangsung cukup lama dan cukup panjang dalam buku yang dikarang oleh Shawni
ini. Cerita kedua tentang kisah Nabi Khidir dan sahabatnya yang mencoba
menghancurkan Ka’bah hanya karena seorang dari suku Quraisy mengotori –baca
membuang hajat- lantai gereja megah yang dibangun sang raja untuk menyembah
Tuhan.
Tatkala
membaca buku ini pada bab-bab awal kita akan merasa bahwa Tuhan dan Iblis telah
bekerjasama untuk menaikan harkat dan martabat Tuhan di mata makhluk ciptaanya
sendiri. Iblis menjadi pedang kemurkaan Tuhan dan menajadi alasan pembenar
bahwa Tuhan adalah maha baik dan sumber segala kebaikan sedangkan Iblis
merupakan perwujudan keburukan dan kejahatan. Kita merasak bahwa Iblis dan Tuhan
adalah dua sosok yang saling melengkapi satu sama lain seperti halnya Yin dan
Yang, kebaikan dan keburukan. Pada bab-bab awal kita akan meragukan sifat-sifat
Tuhan yang selama ini kita amini dan yakini.
Namun
semuanya berbeda, ketika kita mencapai titik klimaks dalam pembacaan karya
Shawni ini. Semua hanya penganalogian
yang sempurna dari Iblis untuk manusia dan membuktikan bahwa sesungguhnya kita
tak bisa menerka dan menaksir keputusan Tuhan dengan logika kita. Lewat buku
ini juga kita bisa mengambil pelajaran bahwa jangan pernah membaca buku
setengah-setengah sebab jika kita membaca buku ini tidak sampai tuntas maka
kita akan terjebak dalam penganalogian yang dikemukakan oleh Iblis dan kita
akan terus menerka dan meragukan keputusan Tuhan dengan Logika kita. Setidaknya
kita senggamai tiap-tiap buku yang kita baca dan kalau bisa meninggalkan
jejak-jejak orgasme kita, seperti kata Carlos Brauer dalam Rumah Kertas, karya
Carlos Maria Dominguez.
Kita
tidak perlu takut membaca buku ini karena keluwesan kata yang terdapat dalam
buku ini membuat kita semakin tenggelam dalam bacaan. Shawni dengan ciamik
menuliskan cerita yang sering kita dengar semasa kita kecil lewat ustad-ustad
sekitar rumah sampai kita bosan. Namun lewat Shawni kita memang memabca cerita
yang sama yang ktia dengar namun dengan tambahan yang menarik yang tak
menyimpang dari sejarah dan landasan (Hadis dan Al-Quran) yang ada.
Dari judul buku ini –Iblis Menggugat Tuhan, kita akan mengira
bahwa buku ini akan menghancurkan iman dan menimbulkan keraguan kita terhadap
Tuhan. Namun sebaliknya, buku ini akan menambah keimanan kita dan membuat kita
sadar bahwa sesungguhnya logika makhluk tidak akan pernah bisa menerka dan
menimbang keputusan dan kebijaksanna Tuhan. Buku yang wajib bagi kita yang
terlalu sombong akan kehebatan penganalogian kita akan sesuatu, bahkan Tuhan.