Oleh : Bagus Setiawan Hardono
Perseteruan antara pihak KIH (Kualisi
Indonesia Hebat) dan KMP (Kualisi Merah Putih) sejak pemilu tanggal 9 Juli 2014
dan bahkan sebelum pemilu, masih berlanjut hingga sekarang. Pihak KMP yang
seolah-olah tidak menerima kepemimpinan kubu KIH yaitu Jokowi Dodo seakan-akan
ingin membuat sebuah perbandingan di bidang legislatif dan membuahkan hasil
yaitu sebuah undang-undang yang membuat DPR RI bisa memilih kepala daerah
melalui pemilihan langsung[1].
Hal ini menimbulkan persepsi di
masyarakat yang menganggap bahwa pihak KMP seakan-akan ingin berkuasa di
Indonesia, jika tidak bisa mejadi Presiden Republik Indonesia maka harus bisa
menguasai daerah yang ada di Indonesia malalui pemimpin daerah yang mereka
pilih sendiri. Hal ini berujung pada pembuatan anggota DPR tandingan dari pihak
KIH yang sekarang tidak ada kejelasan kemana arah, dan fungsi DPR tandingan
tersebut. Dalam postingan kali ini saya akan mencoba
menjelaskan mengenai dampak dari dualisme kepemimpinan DPR RI dengan tinjauan
prinsip ketatanegaraan Indonesia[2].
A.
Fungsi DPR RI
menurut Udang-undang Dasar 1945
Fungsi DPR RI yang diatur dalam
undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 adalah fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan[3].
Dalam hal legislasi DPR RI berfungsi untuk membuat dan merancang peraturan
perundang-undangan republik Indonesia untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Indonesia, dalam fungsi anggaran DPR RI menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan dalam fungsi
pengawasan DPR RI berfungsi membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan,
dan agama serta mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak bertentangan dengan
undang-undang.
B.
Dampak dari
Dualisme Kepemimpinan DPR RI
Dampak dari dualisme kepemimpianan yang
sekarang sedang melanda DPR RI adalah terganggunya fungsi-fungsi DPR yaitu
seperti perencanaan undang-undang akan berjalan lambat, penetapan APBN akan berlangsung
lama yang mengakibatkan pemerintahan akan lebih lama menjalanan program yang
sudah dibuat, dan lain-lain. Lebih jauh jika konflik ini terus berkepanjangan
maka DPD dan KPK akan mengalami kebuntuan. Agenda internal DPR akan
terbengkalai, agenda prolegnas, pembahasan Perppu Pilkada, pembahasan pimpinan
KPK, semua terganggu.
Dalam hal ini harusnya pihak yang
berseteru bisa secara dewasa bekerjasama untuk sama-sama mengedepankan
kepentingan rakyat, bukan kepentingan golongan. Dalam prinsin ketatanegaraan
menurut Tahir Azhary, dalam salah satu poin dalam disertasinya menyebutkan
bahwa Indonesia menganut asas kekeluargaan dan kerukunan[4].
Jadi harusnya DPR RI mengemukakan asas kekeluargaan dan kerukunan dalam
pemecahan masalah dualisme kepemimpinan yang sedang di hadapi DPR saat ini.
Tidak seperti seseorang atau kelompok yang seakan-akan haus untuk berkuasan
dalam sebuah negara.
Dalam memecahkan kebuntuan ini harusnya
para pihak yang terkait bisa secara dewasa menerima dan memberikan kesempatan
untuk orang yang benar-benar serius untuk mensejahterakan rakyat tanpa memandang
kepada siapa dia memihak. Para anggota DPR RI harusnya lebih mementingkan
kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi ataupun kelompok. Degan
mementingkan kepentingan umum yaitu masyarakat maka diharapkan para anggota DPR
RI bisa lebih menerima perbedaan dan menjalani lagi program dan fungsi mereka
lebih baik lagi untuk kedepannya.
[1] Tegar Arif. DPR TANDINGAN: Ini Risiko Dualisme
Kepemimpinan Parlemen, http://news.bisnis.com/read/20141101/15/269600/dpr-tandingan-ini-risiko-dualisme-kepemimpinan
[2] Septi Nur Wijayanti
& Iwan Satriawan. (2009). Hukum Tata
Negara. Hal. 20
[3]
UUD 1945 dan Amandemen. Pasal 20A ayat (1)
[4]
Lihat Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum dan Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya
Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasi Pada Periode Negara Madinah dan
Masa Kini, Jakarta, Penerbit Prenada Media, 2003, hal. 97-98