“Siang berganti malam, malam berganti
siang dan kaulah, kaulah matahari pagiku”
Mungkin itulah kalimat yang sering
terucap dalam hati kecil yang lemah ini. Sang makhluk malam yang merindukan
sinaran matahari pagi namun dia tak pernah berani untuk menghadapi mentari
tersebut. Setiap sore samapi malamnya dia hanya bisa termenung memikirkan
bagaimna caranya untuk bisa sang nocturnal ini melihat dan berdampingan dengan
indahnya mentari pagi.
Yah, makhluk itu adalah sang pengagum.
Sang pengagum yang tersiksa akan kekagumannya sendiri kepada mentari pagi itu.
Senyumanya yang begitu manis, caranya berbicara yang begitu lembut, serta
caranya berpakaian yang begitu sederhana tapi selalu memancarkan indahnya tubuh
ciptaan Tuhan itu.
Setiap paginya di salah satu UniversitasYogyakarta
sang pengagum itu selalu berharap untuk bisa bertemu dan bertatap muka
dengannya, melihat senyumannya ketika sang pengagum memanggil namanya, wajahnya
yang seakan selalu malu tapi selalu juga terbalut dengan senyuman yang indah
ketika orang lain memanggilnya.
Di setiap harinya juga dia selalu
mencari tempat dimana mentari itu bisa melewatinya dengan harapan diabisa
memberanikan diri untuk jauh lebih mengenalnya. Tapi disetiap kesempatan itu
juga dia selalu terdiam akan indahnya pancaran senyuman ketulusan dari mentari
itu. Ketika seribu satu kata telah tersusun rapi dalam fikirannya, yang dia
bisa ucapkan hanyalah dua kata yaitu “hay” sambil menyebut nama mentari pagi
itu. Panggilan itupun dibalas dengan senyuman nan indah yang tak pernah hilang
dari wajah yang begitu menawan. Bukan dia tak ingin menjawab dengan memanggil
hal yang sama tapi dia hanya tak tau saja bahwa orang yang selalu dia temui
atau bisa dikatakan sengaja menunggunya untuk mendapatkan senyumannya itu
adalah orang yang selalu memperhatikannya dan berharap bisa mendekatinya lebih
jauh lagi.
Bukanlah takut, bukan juga tidak berani
mendekati mentari itu, keberanian sang pengagum itu sah cukup untuk bisa
bertemu dan mengenalnya lebih jauh karena bahkan kesempatan itu telah ada
dengan waktu yang cukup lama tapi yang dia bisa lakukan hanya melihatnya dari
jauh dan selalu memperhatikan senyumannya. Mungkin dia ketergantungan kan
pancaran mentari yang sama.
Dia
tau satu hal yang masih mengganjal hatinya adalaha dirinya sendiri. Dirinya
yang masih terbelenggu akan siksaan penyesalan kesalahan masa lalu, siksaan
karena dia telah merebut senyum yang indah dari sebuah wanita yang tulus ingin
bersamanya. Betapa bodohnya makhluk malang ini.
Tapi, dia telah berusaha merendahan
derjat dan martabatnya untuk memohon belas kasihan, tentu masa lalunya
memaafkannya karena begitu besar hati yang indah dengan paras yang menawan dari
masa lalunya itu. Lalu kenapa dia masih terbelenggu ? dia hanya ragu akan
kediaman yang diberikan sang waktu, dia tek percaya akan apa yang dia dapat
dari waktu.
Kemudian datanglah mentari baru dalam
hidupnya, tapi untuk kesikian kalinya dia ragu, bukan karena dia tidak percaya
akan sebuah masa tapi dia hanya takut merebut senyuman yang indah dari mentari
nan indah itu. Tapi kawan apa kau tau betapa merananya
seorang makhluk yang hanya bisa mengagumi mentari sedangkan dia hanyalah
makhluk malam yang dianggap sebagaian orang sebagai pengganggu, perusak, dan
tidak memiliki apa-apa terkecuali harapan akan bisanya dia mendapatkan mentari.