Oleh : B.S.H.
Muntoi adalah salah satu desa yang berada di kecamatan Passi Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow Induk, Propinsi Sulawesi Utara (Insya Allah akan mekar menjadi Propinsi Bolaang Mongondow Raya). Desa ini dulu pernah menjadi salah satu desa yang mempunyai wilayah yang luas tetapi karena satu dan lai hal desa ini mekar menjadi 3 bagian yaitu Muntoi Timur, Muntoi Induk, dan Inuay (artinya: diangkat). Desa muntoi ini awalnya bernama Mo’onow (artinya: sejuk) tapi tidak tau mengapa nama dari desa itu dirubah menjadi Muntoi. Muntoi itu sendiri adalah aliran sungai yang mengalir melewait desa Muntoi Timur.
Menurut penuturan orang-orang tua di desa tersebut, kebanyakan penduduk dari desa itu adalah awalnya bersal dari Desa Bulud (artinya: gunung), Bintau, Passi, Bilalang dan sekitarnya.
Secara geografis desa ini memang dikenal sebagai dareah yang mempunyai struktur bebatuan yang banyak sehingga sulit untuk menanam Padi dan sejenisnya. Tapi masyarakat desa tersebut telah mengakalinya dengan membuat persawahan yang jauh dari daerah bebatuan dan berada jauh di belakang perumahan warga. Jadi jika dilihat sekilas desa ini tidak ada persawahan sama sekali. Karena strukturnya yang kebanyakan adalah batu pihak Freeport tertarik untuk melakukan penelitian apakah terdapat kandungan emas di dalam tanah desa tersebut. Hal ini juga dikarenakan sebuah peristiwa dimana di pinggiran sungai Ongkag[1] warga bisa menemukan emas dalam jumlah yang bisa dikatakan besar sampai-sampai sempat terjadi kehebohan pada saat itu. Tapi hal ini tidak berlangsung lama, hanya sekitar 3 bulan.
Desa merupakan salah satu desa yang bisa dikatakan “sejahtera” di kecamatan Passi Barat dan di jadikan sebagai desa “percontohan” untuk desa yang lain dikarenakan kehidupan para penduduk desa yang bisa dikatakan serba cukup dan hampir semuanya mempunyai tanah Hak Milik. Hal ini dikarenakan semangat dari penduduknya yang tidak pernah lelah untuk menuntut ilmu dan terus bekerja tanpa bergantung kepada orang lain. Bisa di katakana bahwa (hampir) semua pumuda dari desa ini merantau untuk mencari pekerjaan maupun untuk bersekolah. Penduduk desa Muntoi ini seperti dikatakan sebelumnya adalah penduduk yang berasal dari berbagai desa yang datang mencari tempat tinggal maka (sepertinya) sudah menjadi kebiasaan dari para penduduk desa ini untuk merantau keberbagai tempat. Itulah salah satu alasan desa ini menjadi desa “percontohan”.
Bahasa yang digunakan di desa Muntoi adalah Bahasa Mongondow untuk keseharian penduduknya dan jika berkomunikasi dengan penduduk luar desa atau dengan orang yang lebih tua (dihormati) maka biasanya menggunakan bahasa Melayu[2].
Desa ini juga seperti desa-desa yang lain yang sering terjadi konflik dari satu desa dengan desa yang lain. Salah satunya adalah konflik dengan desa tetangga, yaitu Poyuyanan dan juga Komangaan yang sampai saat ini (seperti) masih berlangsung. Untuk saat ini lebih terlihat seperti perang dingin antar desa. Penulis tidak tau apa yang melandasi konflik yang berkepanjangan tersebut akan tetapi harunya konflik ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan tidak perlu memendam dendam pada kejadian dimasa lalu, karena biasanya pertikaian yang berkepanjangan terjadi karena masih adanya pihak yang menyimpan dendam dari masa ke masa terhadap pihak lain. Akan tetapi terlepas dari hal itu, bisa dikatakan orang-orang dari desa Muntoi ini cukup “berani” dikarenakan desa yang menjalani konflik dengan mereka (Poyoyanan dan Komangaan) mengapit desa Muntoi ini. Jadi jika terjadi lagi konflik dengan kedua desa tersebut maka (harusnya) penduduk desa ini tidak bisa kemana-mana, tapi kenyataannya berbeda.
Tapi walaupun seperti itu penduduk desa Muntoi ini sangat terbuka dengan kedatangan tamu dari tempat lain (dengan niat tidak mengacau). Mereka (para penduduk) merupakan orang yang sosialis jadi bisa cepat berbaur dengan orang asing dari tempat manapun. Keramah-tamahan ini menjadi salah satu alasan orang dari tempat lain datang (dan berani) “bertamu” kedesa ini.
Selain alasan diatas juga dikarenakan di desa ini terdapat tempat wisata (yang kurang diperhatikan pemerintah) yaitu Air Terjun. Tidak bigitu tinggi memang tapi air terjun ini tetap menjadi pilihan untuk menyegarkan fikiran setelah beraktifitas. Hal yang unik dari air terjun ini adalah tingkatan air terjunnya yaitu sebanyak lima tingkatan, akan tetapi mungkin lebih karena saya pernah menaiki tingkatan tersebut dan mengikuti sumber air itu tapi tidak ketemu (belum sampai).
Salah satu tempat yang menarik yang bisa dikunjungi adalah pemandangan dari puncak. Tempat ini bisa dikatakan baru (sekitar satu tahun yang lalu) karena hal ini baru di temukan dari kegiatan pembukaan lahan perkebunan. Walaupun saya belum sempat kesana (karena haru “pergi” lagi) tapi dikatakana kita bisa melihat beberapa desa dari puncak tersebut dan juga tentunya pemandangan yang indah.
Selain daripada wisata berupa alamiah yang menarik dari desa ini adalah komoditas buah-buahan di sana, seperti, langsat, durian, rambutan, dan sebagainya, yang menjadikan daya terik orang luar (khususnya yang punya teman orang Muntoi) untuk datang berkunjung ketika musimnya tiba. Selain itu desa ini juga merupakan salah satu desa dengan produksi cengkeh dan kakau yang cukup besar.
*Mengenai penduduknya (cantik atau gantengnya) itu semua relative dan mungkin bisa dikatakan di desa ini “tidak ada”, yang ada di desa ini adalah orang-orang yang unik dan spesial yang bisa membuat hati setiap wanita maupun pria terpesona karena keunikan dan kespesilan ini. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kaum pemuda/pemudi dari desa ini yang bisa memikat hati dari pemuda/pemudi dari tempat lain. (benar tidaknya silahkan buktikan sendiri, hahhaa)
Satu yang menjadi penyesalan penulis adalah kurangnya perhatian pemerintah untuk membantu dan mengembangkan desa-desa yang berpotensi untuk menjadi desa wisata dan menarik perhatian orang luar untuk datang. Pemerintah (khususnya Propinsi) hanya melakukan pembangunan di Ibu kota propinsi yaitu di kota Menado sedangkan kota-kota dan desa-desa yang lain sekaan dibiarkan. Hal ini seperti menunjukan gaya pembangunan orde lama yang hanya berpijak pada pembangunan di Jakarta akan tetapi Propinsi yang lain tidak diperhatikan.
Air terjun Dakol, Muntoi |
ramainya penyerahan hadiah pemenang sepak bola di desa Muntoi menandakan amannya desa ini |
NB. : Mengenai foto/gambar penulis mohon maaf karena itu adalah foto lama (sumber terlampir di gambar). Tapi akan diusahakan untuk mendapatkan foto-foto terbaru dari desa tersebut (jika penulis pulang kampong nanti, Insya Allah). Tapi jika ada yang berkenan mungkin bisa mengirimkan foto-fotonya (khususnya orang Muntoi). Gambar akan diperbarui nantinya jika ada gambar atau foto baru.