Oleh
: B.S.H.
Bagian
Pertama, Sebuah Awal
Permainan computer atau computer game memang sering membuat orang lain lupa akan sesuatu hal yang penting, seorang yang terlalu asik bermain game bahkan sering lupa untuk makan dan lebih parahnya dia lupa ada seseorang yang menuggunya, disampingnya, yang mencintainya, yang selalu menemaninya ketika dia sedang asik dengan permainannnya, dan aku adalah salah satu orang yang pernah tersihir oleh sihir game komputer ini.
Saat alarm istirahat berbunyi, kawan-kawanku sejenak melepas lelah setelah pelajaran matematika yang membingungkan itu telah menguras isi otak kami mereka langsung berlari menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang seketika kosong akibat pelajaran tersebut. Tapi berbeda dengan mereka, aku langsung menyalakan komputer yang berada di depanku dan bersiap untuk bermain game kesukaanku ketika salah satu orang berteriak dari depan pintu.
“Bro kalian gak turun makan ?”
Tanpa tau siapa yang berbicara, aku langsung menjawab.
“Duluan saja bro aku gak lapar”
Merekapun pergi secara bersamaan kekantin yang dipenuhi begitu banyak orang dari kelas lain dan itulah mengapa saya benci untuk kekantin karena begitu banyak orang disana. Mungkin sekolah harus membuat kantin yang khusus untuk kelas kami seperti kami yang ditempatkan di kelas khusus dan di gedung khusus pula protesku dalam hati.
“Makan bareng yuk”
Suara yang halus itupun terdengar ditelinga kananku yang tengah asik bermain game, suara yang selalu mengingatkanku pada dirinya yang telah pergi, Disa..
“Aku kan sudah bilang aku tidak lapar.”
“Hmmm.. baiklah kalo begitu,” sambil merebahkan kepalanya kebahuku dan berharap aku melepaskan tanganku sejenak dari keybord dan mouse komputerku dan beralih padanya karena begitulah wanita. Tapi tidak, aku tidak perdulikan hal itu.
Begitu manis parasnya, begitu baik hatinya, bagitu tulus cintanya yang membuat dia begitu sabar menemaniku yang begitu egois dan tak pernah mendengarkan keluh kesahnya tapi dia begitu sabar mendengarkan dan menemani setiap keluh kesah yang kukatakan
“Turun sana sama yang lain kalo kamu lapar” ucapkan tanpa memalingkan wajahku dari depan monitor karena game yang hampir ku selesaikan.
Dia tersenyum “aku mau turun makan kalo kau yang menemaniku makan.”
Senyuman yang begitu memikat, bahkan memikat dua orang kakak kelas kami yang saat itu juga sama-sama menginginkannya untuk menjadi pacarnya, tapi sayang sayalah (orang brengsek) orang yang beruntung mendapatkan dia. Hahahhaha
“Sudahlah ! turunlah makan, aku nanti yang dimarahi kakakmu jika kau tidak makan, liat tubuhmu yang semakin mengurus, nanti aku sms Putri untuk menunggumu dibawah jika kau malu untuk turun sendiri.”
“Jangan marah dong, iya aku turun dulu yah nanti aku beli’in makanan buatmu nanti.”
Wanita-wanita, selalu saja tersenyum ketika lelaki membentaknya ataupun berbuat tidak baik kepadanya dengan dalih bahwa dia mencintai lelaki tersebut, dia rela menjadi orang yang dianggap aneh oleh orang lain. Ah ! begitulah cinta !
Tapi tetap saja aku selalu membuat dia bahagia walaupun terkadang aku membuat dia bersedih hati, aku selalu menuruti permintaan dia dan mengajaknya jalan selayaknya sepasang kekashi yang lain, menikmati malam bersama dan selalu bersama, karena aku tau di satu sisi dirinya membutuhkan teman yang selalu ada maka dari itu aku berusaha untuk selalu ada dengannya walapun aku judes ketika didekatnya tapi aku merindukannya ketika berada jauh darinya. Aku sangat merindukanmu, Disaa….
****
Banyak
orang yang mengatkan aku beruntung karena telah mendapatkan seseorang yang
begitu mencintaiku apa adanya, walaupun tampangku tidaklah semenarik orang
lain. Tapi banyak juga dari mereka yang mengatakan bahwa aku adalah orang
brengsek yang selalu menyia-nyiakan kasih sayang yang telah ia berikan, aku
berusaha mendapatkannya –butuh waktu 2 tahun untuk bisa menjadi pacarnya- dan
setelah aku mendapatkannya aku membuat dia seakan-akan menjadi budak cinta yang
selalu menuruti semua perkataanku. Yah untuk saat ini mungkin kalian bisa
menganggapku orang yang brengsek biar kalian senang akan hal itu !
Hari-hari
kami selalu dilalui dengan kediaman, karena aku adalah orang yang pendiam. Aku
hanya ingin berbicara apa yang ingin aku bicarakan dan diapun seakan sudah
sedikit lelah meladeni sifat diamku ini tapi dia tetap bertahan dengan alasan
sederhana. Cinta.
Ketika
suatu saat tiba-tibs secara spontan sebuah pertanyaan keluar dari rongga
mulutku,
“Disa,
kamu udah capek yah meladeni sifatku ? tadi Rendi nanyain kamu, dia baru balik
dari tes kuliahnya, sepertinya dia lulus di STPDN”
“Aku
gak capek kok, aku sayang kamu jadi mana mungkin aku capek menanggapi sifatmu.
Lagian kalaupun dia datang kesini terus kenapa ?” Dengan senyumannya yang
membuatku jatuh hati padanya saat pertama bertemu
“Kan
siapa tau kau ingin bertanya-tanya tentang STPDN, bukankah kau ingin masuk
kesana ? aku tau di suka padamu tapi jika kau kesana bukan untuk menggodanya
kenapa aku harus melarang ?” aku bermaksud untuk menyindirnya serta mengujinya.
Sungguh aku akan marah jika dia pergi, karena di sisi lain aku juga tak ingin
ada orang lain yang menggantikanku.
“janji
gak marah ? aku turun dulu yah, nanti aku bareng Putri deh turun biar kamu gak
berfikiran aneh-aneh”. Diapun langsung pergi dengan mengajak Putri bersamanya.
“Bodoh
! kenapa kau mengizinkannya bertemu dengan Rendi ? siapa yang tau nantinya dia
akan mencintai Rendi karena Rendi sekarang sudah terjamin hidupnya, sedangkan
kamu?” Batinku memberontak, aku tak bisa lagi berfikiran jernih, yang aku
fikirkan adalah aku harus cepat pulang dan mengajaknya juga, mereka tidak
berbicara terlalu lama. Tidak boleh !
Akupun
langsung mematikan komputerku dan bergegas mengambil tasku lalu turun kebawah
untuk mengajak Disa pulang juga.
Sekilas
aku melihat mereka bertiga di lantai dasar sebelum aku turun, dan ketika akupun
berada di bawah Putri melihatku sambil berteriak,
“Sudah
mau balik Gas ? tumben biasanya masih main aja di atas sama Vito dan Diko”
“
Gak kok, cuman udah males aja main terus, ngantuk pengen pulang tidur jawabu
tanpa menoleh ke rendi dan disa”
Diapun
sadar akan sifatku itu dan segera mengakhiri percakapan dia dan rendi lalu
segera kembali kekelas untuk bersiap lalu menyusulku di parkiran motor.
“Kamu
marah sama aku ?” suara yang lembut itu lagi berada dibelakangku
“Gak
kok, ngapain marah ? emang kamu menggoda dia tadi lantas aku marah ?”
“Nggak
lah, cuman tanya-tanya doang, gak usah judes dong”
“Udah
dibilang gak kok !”
“Iyadeh
iyaa” jawabnya mengalah
Dia
tau ketika dia memperumit permasalahan maka aku akan selalu mencari-cari alasan
agar dialah yang salah dan sayalah yang seakan-akan selalu benar.
“Kamu
udah makan ? aku mau mampir makan, ikut gak ?” sambil menyalakan motor bututku
yang sangat sulit untuk dinyalakan
“Iya
dong sayang aku ikut, tapi jangan lama-lama yah takutnya dimarahin ibu” sambil
tersenyum dengan senyuman yang begitu manis, senyuman yang terus membekas dalam
hati orang yang mengenal dan mendekatinya.
Karena
senyumanmu telah melululantahkan batu-batu dalam hatiku
karena
senyumanmu telah membuat api amarah berubah menjadi api cinta
karena
senyumanmulah caraku melihat dunia berubah
dan karena
senyumanmulah aku sadar, kau begitu berharga
Disa...
****