Oleh : Bagus S. Hardono
Bersamaan dengan ditandatanganinya
ASEAN charter, para pemimpin ASEAN
juga menandatangani cetak biru MEA[1]
2015 yang merupakan grand design MEA
yang berisi jadwal strategis, yakni tahapan pencapain dari masing-masing pilar
MEA. Target waktu pencapaian MEA terbagi empat fase yaitu 2008-2009, 2010-2011,
2012-2013, dan 2014-2015. Cetak biru ini menjadi arah bagi kawasan maupun
negara anggota untuk mencapai MEA 2015. Masing-masing negara berkewajiban untuk
melaksanakan komitmen dalam cetak biru untuk membentuk kredibilitas ASEAN[2].
Mengingat pentingnya perdagangan
eksternal bagi ASEAN dan stategi pembangunan ekonomi di negara ASEAN yang outward looking, cetak biru MEA memuat 4
kerangka kerja atau pilar MEA, yaitu :
1. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi
internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenanga kerja
terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
2. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi
yang tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, ha katas
kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce[3].
3. ASEAN sebagai kawasan dengan perkembangan ekonomi
yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa
integrasi ASEAN untuk negara-negara CLMV[4]
yang termuat dalam Initiative for ASEAN
Integration.
4. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara
penuh dengan perekonomian global dengan elemen pendekatan koheren dengan
ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi
global.
Keempat pilar MEA tersebut saling berkaitan
satu sama lain. ASEAN sebagi pasar tunggal dan basis produksi internasional
harus memiliki daya saing ekonomi yang tinggi, baik sebagai kawasan dalam
kerangka persaingan dengan kawasan/negara lain, maupun anta individu anggota.
Mengingat kondisi dan keadaan ekonomi
masyarakat Indonesia saat ini apakah memang sudah pantas Indonesia melaksanakan
MEA di 2015 ini ? mengkin memang benar jika mengimplementasikan keempat pilar
tersebut secara utuh maka Indonesia bisa menjadi negara yang sesuai dengan apa
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar. Akan tetapi kita perlu melihat dan
menginat keadaan masyarakat menengah kebawah. Dimana mereka melakukan usahanya
dengan cara yang masih sederhana dan belum bisa dikatakan “bisa bersaing”
dengan negara-negara lain.
Tidak adanya skill yang mempuni juga
akan mengakibatkan rakyat Indonesia nantinya hanya akan menadi “pembantu” di rumah
sendiri. Dikarenakan pada MEA nantinya setiap individu dituntut untuk bisa
berkompetisi dengan orang-orang yang sudah mempunyai berbagai pegalaman baik
dari dalam negeri maupun luar negerinya.
Salah satu yang akan menjadi sasaran
negara lain adalah kekayaan negara ini. Indonesia yang sangat kaya akan
kekayaan alamnya yang tidak dipergunakan dan di kelola oleh pemerintah dan
masyarakatnya dengan baik, nantinya pada saat berlangsungnya MEA akan menjadi
milik orang asing yang berada di Indonesia. Lagi-lagi dikarenkan rakyat
Indonesia yang masih belum faham dan belum mengerti hakekat dari persaingan
global.
Pemerintahan yang masih korup juga
bisa mengakibatkan menderitanya bangsa ini untuk kesekian kalinya. Birokrasi
yang sangat mudah ditembus oleh uang, serta nepotisme yang masih mendarah
daging disetiap lembaga pemerintahan nantinya akan berpotensi mengakibatkan
bangsa Indonesia akan “terjajah” oleh negara asing untuk yang kesekian kalinya.
Bayaknya orang Indonesia yang tak
mempunyai pekerjaan nantinya akan mendapatkan pekerjaan tapi dibawah orang
asing sebagai pemimpinnya. Kekayaan Indonesia yang tak pernah dimanfaatkan akan
dimanfaatkan di era MEA ini akan tetapi yang memanfaatkan adalah orang asing
juga. Indonesia belumlah siap secara individu maupun birokrasi untuk menghadapi
MEA 2015 ini. Banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui apa-apa tentang MEA
takutnya akan membuat mereka tidak mempersiapkan dirinya untuk berkompetisi
dengan orang lain.
Sifat orang Indonesiapun menjadi salah
satu pengaruh apakah MEA nantinya akan membangun ekonomi masyarakat Indonesia
atu tidak. Dikarenakan kebanyakan sifat masyarakat Indonesia yang lebih
mencintai produk asing daripada produk dalam negeri akan mengakibatkan para
pengrajin dan pengusaha menengah kebawa Indonesia akan “gulung tikar” karena
tidak adanya pelanggan. Serta kurangnya rasa nasionalis yang ada disetiap
individu akan menyebabkan dengan mudahnya masyarakt Indonesia nantinya untuk
dipengaruhi dan dikuras habisa harta kekayaan negara ini.
gambar by : siaurau |
[1]
Masyarakat Ekonomi ASEAN
[2] Bank
Indonesia. Masyarkat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015 : Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. 2008. Penerbit :
PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
[3] Electronic
Commerce (E-Commerce) didefinisikan sebagai proses pembelian dan penjualan
produk, jasa dan informasi yang dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan
jaringan computer.
[4] Negara-negara
CLMV tersebut adl Camboja,Laos, Myanmar, dan Vietnam.