Oleh
: Bagus S. Hardono
Indonesia
adalah salah satu negara yang mengakui adanya hukum yang berlaku dan juga
negara yang mengakui bahwa hukum adalah panglima tertinggi di negara ini. Di
setiap perbuatan kenegaraan ataupun perbuatan masyarakat semuanya diatur oleh
hukum. Akan tetapi pertanyaanya adalah apakah hukum di Indonesia sudah
benar-benar menjadi penglima tertinggi di Indonesia ? apakah hukum di tegakan
? ataukah hukum di Indonesia malah di bengkokkan ?
Pertanyaan
yang selalu muncul disetiap warga negara termasuk saya yang masih dan selalu
merasa sebagai warga negara Indonesia. Kita melihat banyak
ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia yang
membuat sebagian masyarakat Indonesia tidak percaya bahwa Indonesia ini adalah
negara hukum.
Banyaknya
elit pemerintahan yang seakan kebal terhadap hukum juga menjadi pertanyaan
besar benarkah hukum menjadi panglima tertinggi di Indonesia. Kita masih ingat
ketika anak dari M. Hatta Rajasa yang saat itu menjabat sebagai Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia yang menabrak dan mengakibatkan orang
terluka dan bahkan meninggal dunia lolos begitu saja dari jeratan hukum yang
berlaku. Bahkan konon katanya anaknya tidak pernah di tahan seharipun bahkan
sejampun dalam penjara.
Apakah
memang ada perlindungan khusus bagi anak dari para mentri yang bertugas ? apakah
mentri dan keluarganya mendapatkan hak imunitas dari negara seperti halnya hak
istimewa yang di dapatkan oleh para Diplomat ? tentu saja jawabannya tidak.
Tidak ada yang mengatur dan tidak ada dasar hukum mengenai hal tersebut. Di
Indonesia baik presiden maupun siapapun selaku pejabat pemerintahan yang
melakukan kejahatan atau tindak pidana harus dihukum sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Baru itulah yang namanya negara hukum dan hukum di jadikan
sebagai panglima tertinggi dalam sebuah negara.
Akan
tetapi sangat disayangkan bahwa di Indonesia masih tampak jelas nepotisme yang
berlaku, atau bahkan para penegak hukum takut untuk menghukum para keluarga
pejabat negara karena adanya kekuatan yang mereka sendiri tidak bisa
melawannya. Lalu apakah kita masih mengatakan bahwa di Indonesia itu mengenal
lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif yang berbeda ranah kerjanya serta
tidak boleh saling intervensi satu sama lain.
Ketika
jajaran yudikatif di tingkat yang rendah, misalnya kepolisian tidak bisa
melawan pihak eksekutif yang mempunyai pangkat yang lebih tinggi darinya karena
menghormatinya ataupun takut padanya atau mungkin juga karena adanya intervensi
dari dirinya. Tentunya
masih banyak kasus kasus yang menandakan bahwa penegakkan hukum di Indonesia
hanyalah sebuah ilusi dari para politikus negeri ini. Bukankah agenda awal dari
reformasi adalah untuk menegakkan hukum ? di mana mereka para “angkatan 98”
yang aktanya ingin menegakkan hukum di Indonesia ? hilangkah idealism mereka
setelah menduduki posisi dan jabatan yang strategis di negara ini ?
Bahkan
saya berfikir mareka yang kehilangan idealismenya saat ini mungkin pada saat
menumbangkan masa orde baru dan menyuarakan reformasi dengan menegakkan hukum
setinggi-tingginya hanyalah sebagai batu loncatan politis untuk mereka agar mereka mendapatkan legitimasi dari orang banyak. Kita melihat kenyataan bahwa hukum di Indonesia masihlah “dikalahkan” oleh politik. Pembuatan
hukum yang tidak mementingkan kepentingan orang banyak melainkan hanya
mementingkan kepentingan politik sangat terlihat jelas dalam hukum negara ini. Setiap
orang yang mencoba menegakkan hukum di negara ini seakan di hilangkan dangan
cara politik, bahkan lebih parahnya lagi ada anggapan yang mengatakan bahwa
hukum di Indonesia telah dipolitisasi. Sedangkan kita ketahui bersama bahwa
hukum dan politik itu sangatlah berbeda. Hukum akan selalu mengerjakan dan
menunaikan apa yang ia katakan (tuliskan). Sedangkan politik adalah apa yang ia
ketakan belum tentu akan dia kerjakan jika dia menganggap suatu saat itu tidak
perlu.
Belum
lagi kasus yang sedang terjadi saat ini di mana antara pihak yang saat ini
mungkin masih konsisten dengan idealismenya untuk menegakkan hukum dan semoga
akan selalu konsisten yaitu pihak KPK ketika ingin menegakkan hukum terhadap
calon petinggi polri mendapatkan hadangan yang sangat besar dari pihak terkait.
Bukankah keudanya mempunyai tujuan yang sama yaitu sama-sama ingin menegakkan hukum
di Indonesia ? banyak masyarakat yang menjadi kebingungan akibat dari
pertikaian antara kedua lembaga yang mempunyai tujuan yang sama ini. Masyarakat
seakan dibuatkan presepsi bahwa hukum di Indonesia hanyalah untuk egelintir
orang bukan untuk semua orang, hukum di Indonesia hanya untuk rakyat dan
pejabat rendah bukan untuk mereka para penguasa dan pemegang kepentingan. Hukum
di Indonesia malah jauh dari apa yang diagendakan pada saat awal reformasi. Hukum
di Indonesia telah bengkok dan tidak pernah tegak berdiri akibat dari
kepntingan-kepentingan segelintir orang yang bermain dibelakangnya.
Lalu
apakah pemerintah masih bersikeras mengatakan bahwa pemerintah akan menegakkan
hukum setinggi-tingginya ketika presiden Joko Widodo sebagai kepala
pemerintahan seakan hanya diam seperti presiden sebelumnya yaitu Susilo Bambang
Yudhoyono mendiamkan kasus yang terjadi antara pihak polri dan KPK ini.
Berhentilah mengatakan omong kosong, itulah yang ingin kami sampaikan, semua
agenda penegakkan hukum di Indonesia hanyalah buaian para politikus untuk
mendapatka legitimasi dari rakyat. Haruskah nantinya rakyat yang menegakkan
hukum mereka sendiri ? jika negara ini terus menerus membiarkan penegakkan
humun menjadi ilusi maka bukan tidak mungkin rakyat akan bertindak anarki dan
akan menegakkan hukum mereka sendiri. Dan mungkin saat ini di sekitar kita
telah banyak terjadi.
Beberapa arti kata :
*Hak Imunitas : hak yang diberikan pada para Diplomat dimana mereka tidak bisa dihukum atas tindak kejahatan yang mereka
lakukan di negara di mana ia ditempatkan jika ia melakukan suatu kejahatan. Termasuk
di dalamnya dia tidak bisa di jadikan sebagai seorang saksi dari sebuah kasus
yang terjadi.
*KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi
*POLRI : Polisi Republik Indonesia
*Angkatan 98 : adalah mereka para aktivis yang
memperjuangkan agenda reformasi serta mereka yang telah berhasil meruntuhkan
era orde baru yang dipimpin oleh presidensaat itu yaitu presiden Suharto.