oleh : B.S.H.
Bukan
bermaksud untuk memprofokasi ataupun membela kelompok dogma tertentu, namun dewasa
ini kita sering sekali mendengar isu tentang terorisme. Terorisme itu sendiri
adalah serangkaian tindakan meneror dengan menggunakan kekerasan ataupun
ancaman kekerasan, menimbulkan suasana teror -menimbulkan rasa takut- terhadap
orang secara keseluruhan atau secara masal.
Namun
pada saat ini pengertian dari terorisme ini seringkali dikaitkan dengan
radikalisme. Media dan pemerintahpun berbondong-bondong mengampayekan bahwa
radikalisme adalah awal dari paham terorisme. Entah dari mana mereka mendapat
pengertian seperti itu. Tetapi melalui media yang kita baca dan kita dengarkan
kita seakan mengiakan bahwa radikalisme itu adalah awal dari seseorng untuk
menajadi teroris.
Kita
harusnya menela’ah kembali arti sesunggunhnya dari kata aradikalisme ini.
Radikalisme berawal dari bahasa yunani yaitu radix yang artinya akar dan isme
yang artinya paham atau pemahaman. Radikalisme itu sendiri adalah sebuah
pemahaman yang mengakar. Jadi apa salahnya jia kita mempunyai pemahaman yang
mengakar ataupun mempelajari sesuatu secara mengakar (mendalam) ? Entah siapa
yang menciptakan opini bahwa radikalisme adalah hal yang buruk karena akan
membentuk terorisme. Tapi jika kita melihat saat ini bahwa siapapun yang
menciptakan opini global ini tentunya mempuyao tujuan yang jelas bahwa dia
ingin masyarakat internasional beranggapan bahwa salah satu dogma Agama adalah
sumber dari terorisme. Dogama tersebut adalah Islam. Kita bisa melihat secara
langsung bagaimana pendeskriminasian agama ini terjadi ketika orang yang
berkumis asik dengan percobaan percobaannya dengan hal yang berbahaya maka
mereka akan mengatakan mereka sedang bereksperimen, tetapi ketika orang yang
berjenggot melakukan hal yang sama maka mereka akan menarik kesimpulan bahwa
orang itu merencanakan sesuatu yang jahat dengan cara membuat sebuah bom. Ini
adalah sungguh pembodohan yang nyata serta diskriminasi yang nyata karena umat
islamlah yang berjenggot tersebut.
Mungkin
kawan-kawan sekalian bertanya-tanya mengapa demikian, mengapa Islam dengan
radikalisme selalu dikaitkan, ketahuilah sesungguhnya Islam itu sendiri
mengajarkan radikalisme, Islam mengajarkan pemeluknya untuk mempelajari sesuatu
secara mendalam tidak sepotong-sepotong apalagi hanya luarnya saja. Karena
dengan pemahaman yang mendalam kita bisa mengerti akan suatu hal dan kita bisa
mengerti apa sebenarnya tujuan kita diciptakan di dunia ini. Dengan pemahaman
yang radix ini pulalah kita bisa
terlepas dari hal mendaku dan mengakui kebenaran secara sepihak atau mungkin
secara kebenaran logika kita, padahal kita tau bahwa lokiga kita itu terbatas
dan belum bisa mencapai sesuatu yang berada atau bahkan tak bisa di jangkau
oleh ranah logika.
Masih
hangat dalam fikiran kita kasus di Tolikara, Papua di mana umat islam harus
kehilangan masjid dan ketenangan saat melaksanakan sholat idul fitri, tapi apa
itu dikatakan tindakan terorisme ? Tidak ! itu dikatakan sebagai tindakan
kejahatan biasa, bukan sebagai terorisme apalagi mengaitkan dengan pemahaman
agama. Selain itu ada juga kasus pembantaian seluruh desa umat muslim oleh
salah satu kelompok agama di Sulawesi Barat yang sama tidak dikatakan sebagai
tindakan terorisme bahkan lebih parah tidak ada satupun media yang meliput
ataupun pemerintah yang memperhatikan hal ini. Bahkan dikatakan –entah benar
atau tidak- polisi malah membela kelompok yang melakukan pembantaian tersebut
dengan cara menghentikan kelompok bantuan untuk umat muslim yang di bantai
tersebut. Jika demikan siapa yang pantas dikatakan sebagai teroris ? apakah
mereka yang berlaku radikal ?
mempelajari agama secara mendalam ? atau mereka yang memahami agama hanya
setengah-setengah ? menurut penulis sendiri mereka yang pantas untuk dikatakan
sebagai teroris adalah mereka yang mempelajari agama secara setengah-setengah.
Hal ini dikarenankan seorangyang ahli agama harusnya lebih memperhatikan keberagaman
dan ketentraman umat karena tidak ada satu agama pun yang mengajarkan akan
kekerasan –selama agama itu bukan aliran sesat.
Entah
harus menyalahkan siapa tentang sesat fikir mengenai kata radikal ini, karena
seperti ada sekelompok orang yang ingin menjatuhkan citra orang-orang yang
agamis agar tidak mempelajari agama secara mendalam. Tapi harusnya media
sebagai pemberi informasi serta pembentuk opini publik cermat dalam menggunakan
kata-katanya dalam setiap pemberitaan jangan sampai mengadakan pemikiran yang
mengakibatkan sesat fikir bagi setiap orang.
Begitupun
pemerintah harusnya lebih cermat dalam memberikan argumen di depan publik,
mereka yang dianggap sebagai reprsentasi dari rakyat harusnya mencerdaskan
rakyat bukan malah membodohi rakyat dengan cara melanggar rakyat untuk
mempelajari sesuatu secara radikal.Ketahuilah
bangsa yang maju adalah bangsa yang di isi oleh orang-orang yang pandai akan
keahlihannya dan orang-orang tersebut hanya akan lahir jika dia mempelajari
keahliannya secara radikal bukan setengah-setengah.
Jika terorisme akarnya adalah radikalisme maka
orang-orang yang dikatakan “teroris” itu lebih pintar dari orang bodoh yang
mengatakan akar teroris adalah radikalisme.